![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1ZWqbrJhgfGMBWxN6bxGNM2CFrq3cUKgkYFi60wGZRIxxhYlGl733gm9J_JuVCICqWLx7c_AY5XJnDT1zBqs_7NAF3czEtg1DWm6THCYXrTExPp5mDvi395TaupJiBQRpagz1p6UXLuM/s320/Syech+Yusuf.jpg)
Ketika Indonesia atau Nusantara sebutannya pada masa
itu memasuki abad ke-17, Islam yag berada di Nusantara pada masa itu sudah
tidak sedikit namun telah berkembang pesat bahkan di bidang pendidikan dan
inteletualitasnya sudah sangat berkembang sampai ke hampir seluruh penjuru
Nusantara, hal ini juga bisa kaitkan dengan kejadian yang terjadi 1 abad sebelum
itu yaitu pada tahun 1511 tepatnya di Malaka, dimana pada tahun itu Malaka
diserang dan ditaklukkan oleh Portugis, karena Malaka merupakan sebuah
kesultanan islam dan pelabuhan Internsional yang banyak menampung pedagang
muslim dari berbagai penjuru dunia seperti pedagang arab, pedagang cina,
pedagaag India, dan pedagang yang lainnya yang mereka ini adalah para pedagang
muslim yang berdagang di Malaka, sampai pada saat Portugis menyerang dan Malaka
berhasil ditaklukkan oleh Portugis akhirnya para pedagang ini ber”hijrah” ke
tempat lain seperti salah satunya Makassar dan disana mereka tidak hanya
berdagang sahaja tetapi mereka juga menyebarkan agama islam sampai nanti suatu
saat di Makassar lahir seorang ulama besar yaitu Syaikh Yusuf yang sejak kecil
diajar dan dididik dengan agama islam dan sampai wafatnya menjadi ulama yang
berpengaruh dan masyhur.
Syaikh Yusuf ini merupakan seorang ulama yang sangat
berpengaruh di Nusantara dan bahkan di Mancanegara yang dia ini berasal dari
Makassar yang pada masanya masyarakatnya dan bahkan rajanya sangat tertarik
untuk mempelajari agama islam. Syaikh Yusuf ini lahir di Moncong Lowe, Makassar
3 Juli 1626.
Ulama yang bernama asli Muhammad Yusuf dan bergelar
Syaikh al-Hajj Yusuf Abul Mahasin Hadiyatullah Ta’jul Khalwati al-Maqassari
al-Bantani ini lahir dalam keadaan biasa-biasa saja namun disaat ia berada
dalam kandungan ibunya dia banyak mengalami hal yang bias dibilang ajaib dan
aneh sehingga nanti saat Muhammad Yusuf ini lahir ke Dunia banyak masyarakat
Makassar pada masa itu menganggap bahwa dia adalah “keramat” atau berkah
walaupun riwayat kisah ini tidak sepenuhnya bisa dipegang karena berasal dari
cerita mulut ke mulut.
Syaikh Yusuf kecil dibesarkan di dalam Istana Kerajaan
Gowa karena Muhammad Yusuf ini sejak kecil sudah diangkat menjadi putera angkat
dari Raja Gowa dan diajarkan serta dididik di lingkungan Istana Gowa dan diberi
perlakua yang cukup istimewa, sampai Muhammad Yusuf ini telah menyelesaikan
Pendidikan dasar tentang keisalaman di Istana Gowa yang pada saat itu Muhammad
Yusuf diajarkan oleh seorang yang bernama Daeng Ritsamang.
Setelah menyelesaikan Pendidikan dasarnya di Istana
Gowa Muhammad Yusuf pun melanjutkan menuntut dan mempelajari ilmu-ilmu yang
lainnya untuk memperdalam ilmu dasar tentang keislaman yang telah ia pelajari
dari Daeng Ritsamang di Istana Gowa. Muhammad Yusuf kemudian mencari seorang
guru sampai akahirnya bertemu dengan Sayyid Ba’alawi bin Abdullah al-Allamah
Tohir dan menuntut ilmu kepadanya, Sayyid Ba’alawi ini bertempat Di suatu
tempat yang bernama Bontoala yang dimana tempat ini adalah pusat keilmuan yang
ada di Makassar pada masa itu karena di Bontoala terdapat banyak sekali
ulama-ulam yang mengajarkan banyak ilmu dan salah satunya adalah Sayyid
Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir yang Syaikh Yusuf banyak mendapatkan
ilmu dari Beliau seperti ilmu Sharaf, Ilmu Nahwu, Ilmu Mantiq, Ilmu Tasawuf,
dan macam-macam ilmu lainnya tetapi memang Syailh Yusuf ini menaruh perhatian
khusus terhadap Ilmu Tasawuf.
Usai Muhammad Yusuf menuntut ilmu kepada Sayyid
Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir, Muhammad Yusuf tidak berhenti mencari
dan menuntu ilmu , kemanapun ia pergi sampai ia menemukan seorang guru yang
berada di Kutai bernama Syaikh Jalaluddin al-Aidid yang beliau ini merupakan
seorang Ulama yang berasal dari Aceh, kemudian Syaikh Jalaluddin al-Aidid ini
mengajarkan kepada Syaikh Yusuf tentang banyak hal terutama tentang ilmu-ilmu
syari’at sampai dirasa cukup ilmunya oleh Syaikh Jalaluddin al-Aidid
pembelajaran Syaikh Yusuf dan Syaikh Yusuf kembali ke Makassar dan disana Syaikh
Yusuf sudah mulai mengajar dan berdakwah kepada masyarakat Makassar dengan ilmu
yang ia pelajari tetapi ia tetap menuntut ilmu di Suatu Tempat yang bernama
Bawakaraeng yang di Tempat ini terdapat tujuh orang Wali yang memiliki ilmu
yang banyak dan Syaikh Yusuf menuntut ilmu kepada mereka sampai suatu hari dia
merasakan bahwa ilmu yang ia pelajari di Tanah Makassar sudah cukup. Oleh
karena hal itu ia memutuskan untuk pergi merantau dari Makassar dalam tujuan
menuntut ilmu yang biasa disebut dengan Rihlah Ilmiah. Syaikh Yusuf memulai
Rihlah Ilmiahnya yang bertujuan ke Haramain [Mekkah & Madinah] namun nanti
di dalam perjalanannya ke Haramain Syaikh Yusuf mampir ke banyak tempat untuk
menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di wilayah itu.
Pada Bulan September 1644 Syaikh Yusuf meningggalkan
Tanah Makassar untuk memulai Perantauan Rihlah Ilmiahnya dalam rangka menuntut
ilmu. Ia meninggalkan Tanah Makassar lewat Pelabuhan Somba Opu yang merupakan salah
satu Pelabuhan terbesar yang ada di Makassar pada masa itu. Syaikh Yusuf yang
saat itu baru berusia 18 tahun tidak langsung menuju ke Timur Tengah namun ia
berhenti dahulu di Banten karena kapal yang ia tumpangi adalah kapal yang membawa rempah-rempah jadi
Ia harus mengikuti rute yang ada.
Saat Syaikh Yusuf tiba di Banten, Banten pada masa itu
adalah sebuah Kerajaan Islam yang saat itu Sultannya yaitu Sultan Abul Mafakir
yang sangat tertarik kepada ilmu dan banyak mengirimkan pertanyaan-pertanyaan
kepada ulama-ulama yang berada di Aceh seperti Syaikh Nuruddin ar-Raniri dan
juga kepada ulama-ulama Haramain. Jadi sesampainya di Banten Syaikh Yusuf bisa
menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di Banten, serta di Banten Syaikh
Yusuf menjalin hubungan yang baik dengan kaum pejabat dan bangsawan teruatama
dengan Putera Mahkota, yaitu Pangeran Surya.
Syaikh Yusuf Meninggalkan Banten pada tahun 1648 dan
kemudian melanjutkan perjalanan Rihlahnya ke Gujarat, India dimana Syaikh
Nuruddin ar-Raniri berada dan ia berguru pada ar-Raniri dan akhirnya
mendapatkan ijazah Tarekat Qodiriyah, kemudian setelah menuntut ilmu di India
Syaikh Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Yaman karena di Yaman ini merupakan
salah satu Pusat Keilmuan yang disini terdapat banyak sekali ulama-ulama,
Syaikh Yusuf di Yaman berhasil mendapatkan Ijazah Tarekat Naqsabandiya yang ia
dapatkan dari Muhamma d Bin Abd al-Baqi al-Mizjaji al-Naqsabandi yang merupakan
seorang ulama penting di Abad ke-17 yang juga merupakan anggota dari keluarga
Mizjaji yang sering kali diidentikkan dengan Tarekat Naqsabandiyah.
Syaikh Yusuf juga menuntut ilmu kepada seorang ulam
yang tidak hanya hebat dan ahli dalam ilmu syari’at sahaja namun juga dalam
ilmu Tasawuf yaitu Sayyid Ali az-Zabidi dan juga kepada ulama-ulama lain di
Yaman sampai Syakih Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Haramain.
Saat Syaikh Yusuf menetap di Haramain Syaikh Yusuf banyak sekali mendapatkan ilmu dari
ulama-ulama yang berada di Haramain seperti Syaikh Ibrahim al-Kurani, Syaikh
Ahmad Qusyaisi dan bahkan kepada ulama-ulama yang berasal dari India seperti
Abdul Karim Lahuri dan Syaikh Muhammad Mirza. Di sini Syaikh Yusuf belajar
tentang masalah Tasawuf, Fiqh, Ilmu Kalam, Hadts, Tafsir, dan masih banyak
cabang keilmuan lainnya, serta di Mekkah Syaikh Yusuf juga sudah mulai mengajar
para murid yang berasal dari Nusantara yang nanti mereka akan menyebarkan
ajaran-ajaran Syakih Yusuf al-Maqassari.
Syaikh Yusuf disarankan oleh Syaikh Ahmad Qusyaisi
untuk pergi ke Kota Damaskus untuk mempelajari Tarekat Khalwatiyah dengan
Sayaikh Ayyub al-Khalwati dan akhirnya Syaikh Yusuf pergi ke Damaskus dan disana
ia berhasil mendapatkan gelar yang besar dan tinggi di dalam Tarekat
Khalwatiyah yaitu gelar “Tajul Khalwati” yang berarti Mahkota Khalwati.
Setelah 20 tahun semenjak Rihlah Ilmiah Syaikh Yusuf
dimulai pada tahun 1644 dan pada usia 38 tahun Syaikh Yusuf akhirnya menyudahi
Rihlah Ilmiahnya dan ia kembali Ke Nusantara namun Syaikh Yusuf al-Maqassari
tidak kembali ke Makassar melainkan Syaikh Yusuf menetap di Banten dan
mengajarkan ilmunya di sana. Karena Syaikh Yusuf dahulu bersahabat dengan
Pangeran Surya yang sekarang telah menjadi seorang Sultan Ageng maka dengan
mudah Syaikh Yusuf mendapat keduddukan tinggi sebagai ulama di Banten. Syaikh
Yusuf ini bahkan dinikahkan dengan putri dari Sultan Ageng Tirtayasa sendiri
yang membuat hubungannya dengan Sultan
Ageng menjadi sangat dekat. Ia juga yang mendidik anak dari Sultan Ageng bahkan
Sultan Ageng sendiri mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Syaikh Yusuf
al-Maqassari.
Setelah beberapa tahun Syaikh Yusuf tinggal dan
mengajar di Banten Namanya kemudian menjadi masyhur dan terkenal sebagai
seorang ulama dan juga murid dan pengikutnya semakin lama semakin banyak,
sebagian dari mereka adalah orang Makassar yang tinggal di Banten.
Syaikh Yusuf di Banten membuka pengajian umum untuk para
penduduk dan juga ia menjadi seorang Muballigh untuk menyebarkan ajarannya.
Perang akhirnya pecah dan muncul didalam kesultanan
Banten itu sendiri yang dimulai oleh Sultan Haji [anak Sultan Ageng] yang
bekerja sama dengan pihak Belanda untuk mengambil kekuasaan Sultan Ageng dan Perang
itu dimulaipada awal tahun 1682. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap
pada tahun 1683, namun walaupun Sultan Ageng Tirtayasa sudah tertangkap
perjuangan melawan Belanda tetap ada dan terus berkobar dan dipimpin oleh tidak
lain adalah syaikh Yusuf al-Maqassari sendiri.
Syaikh Yusuf
melakukan Perang Gerilya Bersama dengan 4000 pasukannya yang terdiri dari murid
dan pengikutnya yang mana mereka ini sangat sulit untuk ditaklukkan karena
mereka juga dibantu oleh para penduduk dalam bersembunyi, tapi karena Belanda
licik akhirnya mereka berhasil menangkap Syaikh Yusuf pada 14 Desember 1683
dengan cara mereka menawan istri dan anak Syaikh Yusuf dan mereka menyamar
menjadi Muslim yang berpakaian orang Arab dan kemudian menangkap dan
memenjarakan Syaikh Yusuf.
Syaikh Yusuf al-Maqassari telah berhasil ditangkap
oleh Belanda oleh karena itu otomatis Perang Banten berakhir dan berita
penangkapan Syaikh Yusuf tersebar luas ke Seluruh Batavia. Syaikh Yusuf sangat
dikagumi dan memiliki banyak sekali pengikut yang sangat setia kepada Syaikh
Yusuf, sehingga membuat Belanda menjadi khawatir jika nanti mereka bangkit dan
berusaha membebeaskan Syaikh Yusuf dari penjara sehingga akhirnya Syaikh Yusuf
diasingkan ke Sri Lanka/Ceylon Bersama dengan anak isterinya.
Pengasingan Syaikh Yusuf ke Sri Lanka ternyanta
merupaka sebuah rahmat tersendiri bagi Syaikh Yusuf karena di Sri Lanka Ia bisa
menulis Kitab Safinatunnajah, disana juga ia tetap mengajar orang-orang
Melayu-Nusantara yang ada disana. Ia juga banyak membangun koneksi terhadap
ulama atau bahkan penguasa yang ada di Sri Lanka. Syaikh Yusuf diasingkan tidak
berartiIa tidak bisa melakukan perjuangannya melawan Belanda dan ternyata
memang Ia di Sri Lanka tetap melawan Belanda karena Sri Lanka merupakan tempat
transit Jama’ah haji yang berasal dari Nusantara dan di Sri Lankalah tempat
mreka transit dan saat mereka transit di Sri Lanka Syaikh Yusuf menitipkan tulisan-tulisan
untuk mereka bawa kembali ke Nusantara dan ternyata atas aktivitas yang
dilakukan Oleh Syaikh Yusuf Belanda menjadi khawatir dan takut sehingga
akhirnya Syaikh Yusuf dipindahkan pengasingannya ke Tempat yang lebih jauh oleh
Belanda yaitu Ke Afrika Selatan tepatnya di Tanjung Harapam/Cape Town.
Syaikh Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika
Selatan yang adalah tempat pembuangan bagi orang-orang Melayu-Nusantara yang
dianggap berbahaya oleh Belanda. Disini Syaikh Yusuf mengajar para budak dan
orang Melayu yang dibuang disini. Di Aafrika Selatan Syaikh Yusuf lebih banyak
melawan Kristenisasi yang marak terjadi disana dan juga saat berada di Afrika
Selatan Ia banyak mengajar tentang Tasawuf sampai diduga bahwa tiga Tarekat
yang ada di Afrika Selatan yaitu Naqsabandiyah, Qodiriyah, dan Rifa’iyah
diperkenalkan oleh Syaikh Yusuf al-Maqassari.
Sampai akhir hayatnya Syaikh Yusuf menetap di Tanjung
Harapan dan ia meninggal pada tanggal 22 Mei 1699 dan dimakamkan disana, tapi
pada tahun 1705 Sultan Gowa meminta agar jasad Syaikh Yusuf dibawa dan
dipindahkan ke Makassar dan kedua makam ini masih ada dan sampai sekarang masih
dikunjungi.
Jadi Syaikh Yusuf ini adalah seorang ulama yang sangat
bepengaruh besar bagi umat islam terutama bagi umat islam yang berada di
Nusantara yang banyak mengikuti ajaran Syaikh Yusuf Sehingga keislaman yang ada
di Nusantara ini tidak bisa dilepaskan dari peran Syaikh Yusuf al-Maqassari.