Juni 2018

Niat Kita Sebagai Penuntut Ilmu





Kita sebagai penuntut ilmu harus selalu mengingat dan memperbaiki satu hal yaitu adalah niat, niat kita dalam menuntut ilmu harus selalu kita perhatikan karena seperti yang Rasulullah SAW sabdakan “innamal a’malu binniyyat” segala amalan itu tergantung pada niatnya, jadi dalam melakukan sesuatu dan lebih terkhusus dalam menuntut ilmu kita harus selalu memperhatikan niat kita karena kalau niat kita salah maka amal yang dilakukan akan salah jadi niat dalam menuntut ilmu sangatlah krusial dalam kehidupan kita.

Jadi jika kita ingin membenarkan niat kita bagaimanakah niat yang benar dalam menuntut ilmu? Imam Zarnuji dalam kitabnya Ta’limul Muta’lim menyantumkan tentang hal ini yaitu niat kita dalam menuntut ilmu yang paling utama adalah niat menuntut ilmu karena Allah semata dan bukan karena hal lain ,akan tetapi bukan berarti kita tidak boleh memiliki niat lain, Imam Zarnuji juga menuliskan bahwa kita juga boleh berniat yang lain tentu saja niat yang baik seperti menghilangkan kebodohan dari diri sendiri juga dari orang lain dan agar kita bisa mendapatkan negeri akhirat (surga) akan tetapi tetap menjadikan niat untuk mendapatkan ridho Allah sebagai niat yang utama.

Kita telah tahu bagaimana niat yang baik dan benar dalam menuntut ilmu, maka kita harus senantiasa menjaga niat kita dalam menuntut llmu karena godaan seorang penuntut ilmu sangatlah berat dan banyak sampai Imam Al-Ghazali memperingatkan para penuntut ilmu dalam kitabnya Bidayatul Hidayah bahwa jikalau niat kita dalam menuntut ilmu adalah untuk berlomba-lomba, untuk membuat kita menjadi nomor satu, untuk memalingkan pandangan manusia kepada diri kita, untuk mengumpulkan materi dunia maka kita sama saja kita menjual akhirat kita dengan dunia dan kita akan sangatlah rugi.

Jadi niat dalam menuntut ilmu sangatlah penting dan harus selalu diperhatikan dan diluruskan karena kita harus selalu menjaga niat kita dari penyakit hati seperti sombong, riya’, sum’ah,ujub, dll. Karena niat seperti itu akan sangat merugikan kita dan jika kita tidak ingin rugi maka niatkan dalam menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata.

Syaikh Yusuf al-Maqassari, Rihlah Ilmiah, dan Perannya di Nusantara






Ketika Indonesia atau Nusantara sebutannya pada masa itu memasuki abad ke-17, Islam yag berada di Nusantara pada masa itu sudah tidak sedikit namun telah berkembang pesat bahkan di bidang pendidikan dan inteletualitasnya sudah sangat berkembang sampai ke hampir seluruh penjuru Nusantara, hal ini juga bisa kaitkan dengan kejadian yang terjadi 1 abad sebelum itu yaitu pada tahun 1511 tepatnya di Malaka, dimana pada tahun itu Malaka diserang dan ditaklukkan oleh Portugis, karena Malaka merupakan sebuah kesultanan islam dan pelabuhan Internsional yang banyak menampung pedagang muslim dari berbagai penjuru dunia seperti pedagang arab, pedagang cina, pedagaag India, dan pedagang yang lainnya yang mereka ini adalah para pedagang muslim yang berdagang di Malaka, sampai pada saat Portugis menyerang dan Malaka berhasil ditaklukkan oleh Portugis akhirnya para pedagang ini ber”hijrah” ke tempat lain seperti salah satunya Makassar dan disana mereka tidak hanya berdagang sahaja tetapi mereka juga menyebarkan agama islam sampai nanti suatu saat di Makassar lahir seorang ulama besar yaitu Syaikh Yusuf yang sejak kecil diajar dan dididik dengan agama islam dan sampai wafatnya menjadi ulama yang berpengaruh dan masyhur.

Syaikh Yusuf ini merupakan seorang ulama yang sangat berpengaruh di Nusantara dan bahkan di Mancanegara yang dia ini berasal dari Makassar yang pada masanya masyarakatnya dan bahkan rajanya sangat tertarik untuk mempelajari agama islam. Syaikh Yusuf ini lahir di Moncong Lowe, Makassar 3 Juli 1626.

Ulama yang bernama asli Muhammad Yusuf dan bergelar Syaikh al-Hajj Yusuf Abul Mahasin Hadiyatullah Ta’jul Khalwati al-Maqassari al-Bantani ini lahir dalam keadaan biasa-biasa saja namun disaat ia berada dalam kandungan ibunya dia banyak mengalami hal yang bias dibilang ajaib dan aneh sehingga nanti saat Muhammad Yusuf ini lahir ke Dunia banyak masyarakat Makassar pada masa itu menganggap bahwa dia adalah “keramat” atau berkah walaupun riwayat kisah ini tidak sepenuhnya bisa dipegang karena berasal dari cerita mulut ke mulut.

Syaikh Yusuf kecil dibesarkan di dalam Istana Kerajaan Gowa karena Muhammad Yusuf ini sejak kecil sudah diangkat menjadi putera angkat dari Raja Gowa dan diajarkan serta dididik di lingkungan Istana Gowa dan diberi perlakua yang cukup istimewa, sampai Muhammad Yusuf ini telah menyelesaikan Pendidikan dasar tentang keisalaman di Istana Gowa yang pada saat itu Muhammad Yusuf diajarkan oleh seorang yang bernama Daeng Ritsamang.

Setelah menyelesaikan Pendidikan dasarnya di Istana Gowa Muhammad Yusuf pun melanjutkan menuntut dan mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya untuk memperdalam ilmu dasar tentang keislaman yang telah ia pelajari dari Daeng Ritsamang di Istana Gowa. Muhammad Yusuf kemudian mencari seorang guru sampai akahirnya bertemu dengan Sayyid Ba’alawi bin Abdullah al-Allamah Tohir dan menuntut ilmu kepadanya, Sayyid Ba’alawi ini bertempat Di suatu tempat yang bernama Bontoala yang dimana tempat ini adalah pusat keilmuan yang ada di Makassar pada masa itu karena di Bontoala terdapat banyak sekali ulama-ulam yang mengajarkan banyak ilmu dan salah satunya adalah Sayyid Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir yang Syaikh Yusuf banyak mendapatkan ilmu dari Beliau seperti ilmu Sharaf, Ilmu Nahwu, Ilmu Mantiq, Ilmu Tasawuf, dan macam-macam ilmu lainnya tetapi memang Syailh Yusuf ini menaruh perhatian khusus terhadap Ilmu Tasawuf.

Usai Muhammad Yusuf menuntut ilmu kepada Sayyid Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir, Muhammad Yusuf tidak berhenti mencari dan menuntu ilmu , kemanapun ia pergi sampai ia menemukan seorang guru yang berada di Kutai bernama Syaikh Jalaluddin al-Aidid yang beliau ini merupakan seorang Ulama yang berasal dari Aceh, kemudian Syaikh Jalaluddin al-Aidid ini mengajarkan kepada Syaikh Yusuf tentang banyak hal terutama tentang ilmu-ilmu syari’at sampai dirasa cukup ilmunya oleh Syaikh Jalaluddin al-Aidid pembelajaran Syaikh Yusuf dan Syaikh Yusuf kembali ke Makassar dan disana Syaikh Yusuf sudah mulai mengajar dan berdakwah kepada masyarakat Makassar dengan ilmu yang ia pelajari tetapi ia tetap menuntut ilmu di Suatu Tempat yang bernama Bawakaraeng yang di Tempat ini terdapat tujuh orang Wali yang memiliki ilmu yang banyak dan Syaikh Yusuf menuntut ilmu kepada mereka sampai suatu hari dia merasakan bahwa ilmu yang ia pelajari di Tanah Makassar sudah cukup. Oleh karena hal itu ia memutuskan untuk pergi merantau dari Makassar dalam tujuan menuntut ilmu yang biasa disebut dengan Rihlah Ilmiah. Syaikh Yusuf memulai Rihlah Ilmiahnya yang bertujuan ke Haramain [Mekkah & Madinah] namun nanti di dalam perjalanannya ke Haramain Syaikh Yusuf mampir ke banyak tempat untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di wilayah itu.

Pada Bulan September 1644 Syaikh Yusuf meningggalkan Tanah Makassar untuk memulai Perantauan Rihlah Ilmiahnya dalam rangka menuntut ilmu. Ia meninggalkan Tanah Makassar lewat Pelabuhan Somba Opu yang merupakan salah satu Pelabuhan terbesar yang ada di Makassar pada masa itu. Syaikh Yusuf yang saat itu baru berusia 18 tahun tidak langsung menuju ke Timur Tengah namun ia berhenti dahulu di Banten karena kapal yang ia tumpangi  adalah kapal yang membawa rempah-rempah jadi Ia harus mengikuti rute yang ada.

Saat Syaikh Yusuf tiba di Banten, Banten pada masa itu adalah sebuah Kerajaan Islam yang saat itu Sultannya yaitu Sultan Abul Mafakir yang sangat tertarik kepada ilmu dan banyak mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepada ulama-ulama yang berada di Aceh seperti Syaikh Nuruddin ar-Raniri dan juga kepada ulama-ulama Haramain. Jadi sesampainya di Banten Syaikh Yusuf bisa menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di Banten, serta di Banten Syaikh Yusuf menjalin hubungan yang baik dengan kaum pejabat dan bangsawan teruatama dengan Putera Mahkota, yaitu Pangeran Surya.

Syaikh Yusuf Meninggalkan Banten pada tahun 1648 dan kemudian melanjutkan perjalanan Rihlahnya ke Gujarat, India dimana Syaikh Nuruddin ar-Raniri berada dan ia berguru pada ar-Raniri dan akhirnya mendapatkan ijazah Tarekat Qodiriyah, kemudian setelah menuntut ilmu di India Syaikh Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Yaman karena di Yaman ini merupakan salah satu Pusat Keilmuan yang disini terdapat banyak sekali ulama-ulama, Syaikh Yusuf di Yaman berhasil mendapatkan Ijazah Tarekat Naqsabandiya yang ia dapatkan dari Muhamma d Bin Abd al-Baqi al-Mizjaji al-Naqsabandi yang merupakan seorang ulama penting di Abad ke-17 yang juga merupakan anggota dari keluarga Mizjaji yang sering kali diidentikkan dengan Tarekat Naqsabandiyah.

Syaikh Yusuf juga menuntut ilmu kepada seorang ulam yang tidak hanya hebat dan ahli dalam ilmu syari’at sahaja namun juga dalam ilmu Tasawuf yaitu Sayyid Ali az-Zabidi dan juga kepada ulama-ulama lain di Yaman sampai Syakih Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Haramain.

Saat Syaikh Yusuf menetap di Haramain  Syaikh Yusuf banyak sekali mendapatkan ilmu dari ulama-ulama yang berada di Haramain seperti Syaikh Ibrahim al-Kurani, Syaikh Ahmad Qusyaisi dan bahkan kepada ulama-ulama yang berasal dari India seperti Abdul Karim Lahuri dan Syaikh Muhammad Mirza. Di sini Syaikh Yusuf belajar tentang masalah Tasawuf, Fiqh, Ilmu Kalam, Hadts, Tafsir, dan masih banyak cabang keilmuan lainnya, serta di Mekkah Syaikh Yusuf juga sudah mulai mengajar para murid yang berasal dari Nusantara yang nanti mereka akan menyebarkan ajaran-ajaran Syakih Yusuf al-Maqassari.

Syaikh Yusuf disarankan oleh Syaikh Ahmad Qusyaisi untuk pergi ke Kota Damaskus untuk mempelajari Tarekat Khalwatiyah dengan Sayaikh Ayyub al-Khalwati dan akhirnya Syaikh Yusuf pergi ke Damaskus dan disana ia berhasil mendapatkan gelar yang besar dan tinggi di dalam Tarekat Khalwatiyah yaitu gelar “Tajul Khalwati” yang berarti Mahkota Khalwati.

Setelah 20 tahun semenjak Rihlah Ilmiah Syaikh Yusuf dimulai pada tahun 1644 dan pada usia 38 tahun Syaikh Yusuf akhirnya menyudahi Rihlah Ilmiahnya dan ia kembali Ke Nusantara namun Syaikh Yusuf al-Maqassari tidak kembali ke Makassar melainkan Syaikh Yusuf menetap di Banten dan mengajarkan ilmunya di sana. Karena Syaikh Yusuf dahulu bersahabat dengan Pangeran Surya yang sekarang telah menjadi seorang Sultan Ageng maka dengan mudah Syaikh Yusuf mendapat keduddukan tinggi sebagai ulama di Banten. Syaikh Yusuf ini bahkan dinikahkan dengan putri dari Sultan Ageng Tirtayasa sendiri yang membuat hubungannya  dengan Sultan Ageng menjadi sangat dekat. Ia juga yang mendidik anak dari Sultan Ageng bahkan Sultan Ageng sendiri mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Syaikh Yusuf al-Maqassari.

Setelah beberapa tahun Syaikh Yusuf tinggal dan mengajar di Banten Namanya kemudian menjadi masyhur dan terkenal sebagai seorang ulama dan juga murid dan pengikutnya semakin lama semakin banyak, sebagian dari mereka adalah orang Makassar yang tinggal di Banten.
Syaikh Yusuf di Banten membuka pengajian umum untuk para penduduk dan juga ia menjadi seorang Muballigh untuk menyebarkan ajarannya.

Perang akhirnya pecah dan muncul didalam kesultanan Banten itu sendiri yang dimulai oleh Sultan Haji [anak Sultan Ageng] yang bekerja sama dengan pihak Belanda untuk mengambil kekuasaan Sultan Ageng dan Perang itu dimulaipada awal tahun 1682. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap pada tahun 1683, namun walaupun Sultan Ageng Tirtayasa sudah tertangkap perjuangan melawan Belanda tetap ada dan terus berkobar dan dipimpin oleh tidak lain adalah syaikh Yusuf al-Maqassari sendiri.

Syaikh  Yusuf melakukan Perang Gerilya Bersama dengan 4000 pasukannya yang terdiri dari murid dan pengikutnya yang mana mereka ini sangat sulit untuk ditaklukkan karena mereka juga dibantu oleh para penduduk dalam bersembunyi, tapi karena Belanda licik akhirnya mereka berhasil menangkap Syaikh Yusuf pada 14 Desember 1683 dengan cara mereka menawan istri dan anak Syaikh Yusuf dan mereka menyamar menjadi Muslim yang berpakaian orang Arab dan kemudian menangkap dan memenjarakan Syaikh Yusuf.

Syaikh Yusuf al-Maqassari telah berhasil ditangkap oleh Belanda oleh karena itu otomatis Perang Banten berakhir dan berita penangkapan Syaikh Yusuf tersebar luas ke Seluruh Batavia. Syaikh Yusuf sangat dikagumi dan memiliki banyak sekali pengikut yang sangat setia kepada Syaikh Yusuf, sehingga membuat Belanda menjadi khawatir jika nanti mereka bangkit dan berusaha membebeaskan Syaikh Yusuf dari penjara sehingga akhirnya Syaikh Yusuf diasingkan ke Sri Lanka/Ceylon Bersama dengan anak isterinya.

Pengasingan Syaikh Yusuf ke Sri Lanka ternyanta merupaka sebuah rahmat tersendiri bagi Syaikh Yusuf karena di Sri Lanka Ia bisa menulis Kitab Safinatunnajah, disana juga ia tetap mengajar orang-orang Melayu-Nusantara yang ada disana. Ia juga banyak membangun koneksi terhadap ulama atau bahkan penguasa yang ada di Sri Lanka. Syaikh Yusuf diasingkan tidak berartiIa tidak bisa melakukan perjuangannya melawan Belanda dan ternyata memang Ia di Sri Lanka tetap melawan Belanda karena Sri Lanka merupakan tempat transit Jama’ah haji yang berasal dari Nusantara dan di Sri Lankalah tempat mreka transit dan saat mereka transit di Sri Lanka Syaikh Yusuf menitipkan tulisan-tulisan untuk mereka bawa kembali ke Nusantara dan ternyata atas aktivitas yang dilakukan Oleh Syaikh Yusuf Belanda menjadi khawatir dan takut sehingga akhirnya Syaikh Yusuf dipindahkan pengasingannya ke Tempat yang lebih jauh oleh Belanda yaitu Ke Afrika Selatan tepatnya di Tanjung Harapam/Cape Town.

Syaikh Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan yang adalah tempat pembuangan bagi orang-orang Melayu-Nusantara yang dianggap berbahaya oleh Belanda. Disini Syaikh Yusuf mengajar para budak dan orang Melayu yang dibuang disini. Di Aafrika Selatan Syaikh Yusuf lebih banyak melawan Kristenisasi yang marak terjadi disana dan juga saat berada di Afrika Selatan Ia banyak mengajar tentang Tasawuf sampai diduga bahwa tiga Tarekat yang ada di Afrika Selatan yaitu Naqsabandiyah, Qodiriyah, dan Rifa’iyah diperkenalkan oleh Syaikh Yusuf al-Maqassari.
Sampai akhir hayatnya Syaikh Yusuf menetap di Tanjung Harapan dan ia meninggal pada tanggal 22 Mei 1699 dan dimakamkan disana, tapi pada tahun 1705 Sultan Gowa meminta agar jasad Syaikh Yusuf dibawa dan dipindahkan ke Makassar dan kedua makam ini masih ada dan sampai sekarang masih dikunjungi.

Jadi Syaikh Yusuf ini adalah seorang ulama yang sangat bepengaruh besar bagi umat islam terutama bagi umat islam yang berada di Nusantara yang banyak mengikuti ajaran Syaikh Yusuf Sehingga keislaman yang ada di Nusantara ini tidak bisa dilepaskan dari peran Syaikh Yusuf al-Maqassari.