Pangeran Diponegoro : Pemahaman Islam dan Kepribadiannya



Pangeran Diponegoro : Pemahaman Islam dan Kepribadiannya
Ikrima Ramadhan al-Zanki

            Dalam bukunya, Peter Carey, penulis biografi Pangeran Diponegoro, mengatakan, “Setelah nenek buyutnya wafat, 17 Oktober 1803, Diponegoro agaknya mengintensifkan hubungan dengan kaum ulama yang tinggal di desa-desa sekitar Tegalrejo. Perkembangan penting di sini adalah perkawinannya pada sekitar tahun 1802, dengan putri seorang guru agama dari daerah Sleman, sebelah utara Yogyakarta. Mempelai wanitanya, Raden Ayu Retno Madubrongto, adalah putri kedua dari Kiai Gede Dadapan, dekat Tempel.” Jadi titik balik Pangeran Diponegoro muda yang kala itu masih berumur sekitar 18 tahun menjadi lebih giat dan serius dalam memahami islam dengan lebih dalam setelah sebelumnya dididik saat masa kecilnya oleh guru-guru agama di Tegalrejo Bersama dengan nenek buyutnya. (Peter Carey, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855), Jakarta: Kompas, 2014, hlm. 26)
            Pangeran Diponegoro dengan semangat mudanya yang masih membara dalam menuntut ilmu, terutama ilmu agama kepada para alim-ulama’. Mempelajari banyak sekali bidang-bidang ilmu yang ada di dalam ilmu agama, yang ia pelajari dan kaji dari kitab-kitab para ulama’ yang membahas tentang masalah tasawuf, tarekat-tarekat, dan hal-hal yang sufistik lainnya, juga kitab kisah-kisah para nabi, kitab yang membahas tentang politik dan filsafatnya, kitab-kitab fiqh dan syari’ah, kitab-kitab sastra, bahkan kitab sastra hindu-buddha yang berasal dari serat jawa yang mengandung sastra India kuno, dan juga masih banyak lagi kitab-kitab yang menjadi bahan bacaan dari Pangeran Diponegoro dan hal itu tentu bukanlah suatu hal yang aneh karena memang sejak kecil Pangeran Diponegoro telah dididik di lingkungan sekitae pesantren dan hidup berdampingan dengan para santri, tepatnya di Desa Tegalrejo. (Peter Carey, Takdir: , hlm. 31)
            Sebagaimana yang disampaikan di dalam salah satu babad Keraton Yogyakarta, Pangeran Diponegoro juga dikenal karena keshalehan islamnya. Pangeran Diponegoro menikmati sekali saat sedang membaca kitab-kitab agama dan ingin menjunjung tinggi adat Jawa tradisional di lingnkungan keraton. Jadi selain bacaan Pangeran Diponegoro yang berlimpah, ia juga sangatlah menjunjung tinggi adat-istiadat Jawa, yang mana ia besar di dalam adat tersebut. (Peter Carey, Takdir: , hlm. 10)
            Pangeran Diponegoro juga sebagai keturunan bangsawan yang dibesarkan dalam lingkungan santri menjadi seorang yang sangat dekat dengan masyarakat dan hal itu sangat terlihat pada masa mudanya Pangeran Diponegoro. Peter Carey menulis di dalam bukunya bahwa Pangeran Diponegoro banyak berkawan dengan masyarakat sekitar baik yang merupakan keturunan bangsawan atau priyayi, para ulama’, santri, dan bahkan berkawan dengan para bandit yang ada. Memang hubungan yang paling terlihat dari Pangeran Diponegoro adalah hubungannya dengan para ulama’. Meskipun Peter Carey pun menuliskan bahwa disamping memiliki hubungan dengan para ulama’ yang tinggal di daerah pedesaan, Pangeran Diponegoro juga memiliki banyak kawan dikalangan elite Keraton Yogyakarta yang tertarik dan dekat dengan islam. (Peter Carey, Takdir: , hlm. 28-29)

Pemahaman Pangeran Diponegoro Akan Ajaran Islam

            Jika dilihat kembali tentang masa kecil Diponegoro yang dididik dan hidup di Desa Tegalrejo, maka tentu kita tidak akan bingung dan heran akan pemahaman Pangeran Diponegoro akan Islam. Karena di Desa Tegalrejo sendiri merupakan sebuah desa yang dipenuhi dengan para santri dan juga ulama atau para kyai. Diponegoro hidup dan besar dalam suasana sebagai seorang santri juga maka identitas kemusliman dari Diponegoro tidak perlu dipertanyakan kembali dan juga pemahamannya akan Islam juga pasti telah terbangun selama ia belajar di Desa Tegalrejo. Kemudian jika dilihat kembali dari bacaannya yang sangat banyak dan bervariasi terutama yang banyak membahas tentang Islam atau kitab-kitab yang berkaitan dengan Islam. Dapat disimpulkan bahwa Pangeran Diponegoro bukanlah seorang yang awan akan Islam, Justru dia paham dan mengerti terhadap Islam.
            Ditulis di dalam bukunya Peter Carey, “Orang-orang Eropa memuji pemahaman Pangeran tentang Islam: “Diponegoro sangat akrab dengan semangat yang meresapi system keagamaan [Sang Nabi]”, catat Knoerle, “[dan] saya percaya ia menilai semua mukjizat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dari sudut pandang yang seimbang [dan tahu persis] bagaimana harus membedakan [aspek supranatural segala mukjizat itu dari] situasi dan kondisi [historis] di mana Nabi Muhammad Saw mengalaminya”.  Hal tersebut disampaikan oleh orang-orang Eropa yang melihat bahwa Pangeran Diponegoro memang adalah seseorang yang paham akan islam dan mereka sampai memuji pemahaman Sang Pangeran terhadap Islam. Hal ini menunjukkan bahwa memang Pangeran Diponegoro paham betul akan Islam. (Peter Carey, Takdir:, hlm. 39)
            Pangeran Diponegoro memiliki pemahaman akan agama Islam yang kuat dan ia cenderung kepada ajaran-ajaran tasawuf. Ia cenderung menyukai ajaran-ajaran mistik yang berbau sufistik. Sebagaimana tulisan-tulisan Pangeran Diponegoro yang memperlihatkan bahwa ia lebih tipikal menjadi seorang mistikus Jawa ketimbang seorang pembaru Islam yang ortodoks. Hal ini juga diakui oleh penasihat Pangeran Diponegoro di Perang Jawa, yaitu Kiai Mojo, yang juga seorang anggota tarekat mistik Shattariyah, yang menyebutkan bahwa Pangeran Diponegoro tampaknya berusaha mencapai tingkat kemanunggalan mistik dalam sufi. (Peter Carey, Takdir: …, hlm. 39)
            Tulisan-tulisan Pangeran Diponegoro yang ia tulis di Makassar, banyak mencantumkan kutipan-kutipan yang berasal dari ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an, namun walaupun demikian Pangeran Diponegoro ternyata tidak memiliki keinginan atau tidak begiru tertarik terhadap tafsir al-Qur’an. Justru ia sangat tertarik kepada penggunaan dan pembacaan dzikir, serta suka untuk bersemedi. Dituliskan oleh Peter Carey mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Ketertarikan Pangeran Dipoengoro terhadap hal-hal mistik dalam bukunya yaitu, “Dalam uraian yang sama dimana ia memuji kemanjuran dzikir, Pangeran Diponegoro juga merujuk pada daerah (bagan-bagan pengaturan nafas sembari berdo’a) dan pada beberapa upacara yang digunakan oleh tarekat-tarekat Naqsabandiyah dan Shattariyah.” (Peter Carey, Kuasa Ramalan: Pangeran Dipoengoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, Jilid 1, Jakarta: KPG dan KITLV Jakarta, 2016, hlm. 131)
            Menurut Diponegoro, membaca dzikir dapat memungkinkan orang untuk membesarkan asma’ Allah yang maha besar. Karena Pangeran Diponegoro menganut pandangan mistik terhadap tauhid, mengakui keesaan Allah dengan menunjukkan bahwa kita sebagai manusia harus menunjukkan kesetiaan kita kepada Sang Pencipta bahwa kita setia dan salah satunya adalah dengan melantunkan dzikir kepadaNya.
            Pangeran Diponegoro memiliki pandangan bahwa perkembangan dan kemajuan mistik bergerak dari iman melalui tauhid dan makrifat kepada Islam sejati, Penyerahan diri seseorang secara mutlak dan merendahkan kedirian serat keberadaan seseorang si hadapan Allah. Penting sekali bahwatidak ada penyebutan syari’at sebagai wahana kehidupan mistik tersebut. Jadi Pangeran Diponegoro meskipun menjalankan ajaran-ajaran sufistik namun ia tidak meninggalkan syari’at Islam dan tetap melaksanakannya. Karena sesungguhnya pemahaman Pangeran Dipoengoro itu berdasarkan tauhid. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: , hlm. 132-133)


            Sebagaimana yang dirumuskan Pangeran Diponegoro dalam otobiografinya:

27. Iman berarti “pasrah terima”
      Karena manusia dianugerahi kehidupan
                  Oleh Tuhan Yang Maha Agung.
                  Tauhid berarti kebenaran
                  bahwa orang harus menjalankan
                  perintah [sebagaimana ditetapkan dalam hukum]
                  berat atau ringan
28. Makrifat berarti tolak penduaan;
                 Karena badan ini pasti punah,
                 tak usah merisaukannya.
                 Kehadirannya khayali, terlalu tak berarti untuk
                 dipertahankan.
     Berusahalah hanya demi
                 Hakikat sejati Yang Maha Ada.
                 Makna Islam

29. adalah berserah diri, pengakuan atas tak berartinya
                 manusia.
                 Semua berasal dari Allah,
                 manusia hanya menerima dengan rendah hati.
     Di dunia dan di akhirat
                 Yang ada hanya rahmat Allah, Tuhan alam semesta,
                 karena makhluk itu fana.
                 Ini menurut saya

30. Empat hal tersebut [juga] disebut tauhid.
                  Semuanya bukti tindak sejati [mencari Allah]

(Peter Carey, Kuasa Ramalan: , hlm. 133)

            Tulisan Pangeran Diponegoro di atas menunjukkan bahwa memang benar jikalau dikatakan bahwa pemahaman Pangeran Diponegoro terhadap Islam sangatlah baik dan lurus. Bahkan belakangan saat ia berusia 20 tahun sebagai tradisi bangsawan yang telah beranjak dewasa ia melakukan ritual tradisi lelono, yaitu sebuah ritual mistik dengan tujuan meningkatkan kebijaksanaan, menemukan guru spiritual, meningkatkan kekuatan batin, dan menemukan keteguhan dan ketentraman batin.

Penampilan, Karakter, dan Kesenangan Pangeran Diponegoro

            Pangeran Diponegoro digambarkan di dalam tulisan Peter Carey, sebagai berikut “Mukanya masih muda dengan bibir terkatup rapat, dengan hidung agak pesek dan mata tajam menatap ke arah bawah. Sekalipun pada usia tua, menurut kesaksian orang yang bertemu dengan Pangran Diponegoro di tempat pengasingan, pandangan mata pangeran masih memperlihatkan api dan energi masa mudanya. Seluruh sosoknya memantulkan energi yang terpusat dan cahaya”. Dapat disimpulkan dengan penggambaran tersebut bahwa Pangeran Diponegoro adalah orang yang memiliki karisma yang membuaat dirinya menonjol, walaupun ia tidak bisa dibilang sebagai orang yang tampan akan tetapi dengan daya Tarik tersendiri dari diri Pangeran dimasa mudanya saja Pangeran Diponegoro telah memiliki beberapa orang istri. Namun disamping hal itu semua Pangeran Diponegoro memiliki beberapa penyakit yang cukup keras dan ia memiliki ketergantungan terhadap obat-obatan tradisional. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: , hlm. 135-137)
Satu sifat atau kebiasaan di mana Pangeran Diponegoro itu sangat mudah tergoda oleh perempuan dan ia menyebutnya sebagai sifat mengganjal yang ada pada dirinya. Sifat mudah tergoda pada perempuan ini yang membuat Pangeran Diponegoro mempunyai istri yang banyak, disertai juga dengan istri-istri yang tidak resmi. Pangeran Diponegoro juga memiliki kepribadian yang cukup humoris, namun humor yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro terkadang bisa menjadi cukup ironi, seperti satu kasus di mana ia mengirimkan satu set pakaian perempuan kepada para jendralnya yang pengecut terhadap peperangan. Satu lagi sifat Pangeran Diponegoro yang cukup menonjol adalah di mana Pangeran Diponegoro sangat mudah mengutuk sesuatu ataupun seseorang. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: , hlm.140-143)
Seperti orang kebanyakan yang pasti memiliki suatu hal yang disukai atau hobi yang senang untuk dilakukan, Pangeran Diponegoro juga memiliki hal tersebut. Pangeran Diponegoro antara lain menyukai memelihara dan merawat burung, khususnya Pangeran Diponegoro memiliki beberapa sifat dan kebiasaan yang khas diantaranya adalah snya burung perkutut dan burung kakatua, Pangeran Diponegoro juga memiliki kebiasaan untuk berkebun, ia juga sering bermain catur sedari masa mudanya, sebagai seorang bangsawan juga ia mempunyai keahlian dalam hal berkuda. Hal-hal kesukaan Pangeran Diponegoro yang bisa dikatakan unik adalah mengunyah sirih, kapur, dan pinang yang merupakan hal yang sering ia lakukan. Ia juga menyukai meminum anggur, walaupun yang ia minum bukanlah angur merah yang memabukkan dan tentunya diharamkan di dalam agama, tapi ia meminum anggur putih yang menurutnya adalah minuman penawar bagi orang yang sedang mabuk. Kesukaan Pangeran Diponegoro yang lainnya adalah merokok, namun bukan sembarang merokok, tetapi menggunakan cerutu tembakau khas jawa yang dibungkus oleh daun jagung. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: …, hlm.143-145)

Khatimah

Jikalau diambil kesimpulan terhadap kepribadian Pangeran Diponegoro, dapat dikatakan bahwa Pangeran Diponegoro memiliki kepribadian yang unik dan juga hebat, walau sebagai manusia biasa ia juga memiliki kesalahan. Terlepas dari kesalahan yang ada pada kepribadian masih banyak sekali hal yang hebat dari diri Pangeran Diponegoro sehingga ia nantinya banyak diikuti orang ramai dan dipercayai banyak orang. Pangeran Diponegoro seorang bangsawan, santri, dan pejuang.


           

           
           

           
           

           

           




Presiden Ke-2?: Biografi Sjafruddin Prawiranegara




          Sjafruddin, iya Sjafruddin Prawiranegara adalah nama yang asing dan bahkan akan terdengar sangat asing bagi sebagian telinga orang yang mendengar Namanya juga kemungkinan besar tidak akan memiliki ide sama sekali bahwa orang ini pernah menjadi orang yang berpangkat setara dengan seorang presiden Republik Indonesia.
            Sjafruddin Prawiranegara atau dibaca Syafruddin Prawiranegara adalah seorang yang berketurunan dan berdarah Banten dari pihak ayah dan berdarah Minang dari pihak ibunya, Ia lahir di Kota Serang, Banten, 28 Februari 1911, Sjafruddin sejak kecilnya sudah mendapatkan Pendidikan yang baik dan terus dilanjutkan di Sekolah-sekolah Belanda mulai dari ELS, MULO, AMS, dan bahkan sampai ke Sekolah Tinggi Hukum dan berhasil mendapatkan gelar yang setara dengan seorang Magister Hukum dan memang Sjafruddin bukanlah orang sembarang.
          Pada masa pra-kemerdekaan pekerjaan Sjafruddin kebanyakan adalah yang berkaitan dengan keuangan, semacam petugas atau pegawai pada Departemen Keuangan Belanda dan Jepang juga setelahnya dan memang Sjafruddin pada masa pra-kemerdekaan tidak begitu dekat dengan pemerintah, setidaknya hingga tahun 1946 yang membuat Sjafruddin diankat menjadi seorang Wakil Menteri Keuangan dan selanjutnya pada tahun 1947 diangkat menjadi Menteri Kemakmuran.
            Saat itulah Agresi Militer Beland yang kedua pecah dan mereka (Belanda) berhasil menawan dan menangkap Soekarno, Hatta, dan para petinggi Republik Indonesia lainnnya dan saat itu Sjafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Bukittinggi, Sumatera mendengar kabar bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah lumpuh dan begitu mendengar kabar itu Sjafruddin Bersama yang lain melakukan inisiatif yang sangat briliandan sebenarnya menentukan keberlangsungan Republik ini denga mendirikan PDRI ( Pemerintah Darurat Republik Indonesia ) dan diketuai oleh Sjafruddin Prawiranegara dengan pusat pemerintahan di Sumatera, Padahal Soekarno telah mengirimkan suryat mandate di dalam telegram yang bunyinya sebagai berikut:
“Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu, tanggal 19-12-1948, djam 6 pagi Belanda telah memulai seranganja atas Jogjakarta.
Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannya lagi, kami menguasakan pada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera.
Jogjakarta, 19 Desember 1948
Presiden    Wakil Presiden
Soekarno   Moh Hatta”
Begitulah isi telegram Soekarno kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang sebenarnya tidak pernah sampai kepada tangan Sjafruddin karena Jogjakarta telah dikuasai oleh NICA, tetapi karena inisiatif dan Sjafruddin Prawiranegara perintah dari Soekarno telah terlaksana.
            Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera inilah yang menjadi simpul keberlangsungan Republik Indonesia, yang tanpanya mungkin Republik ini tidak akan bertahan sampai sekarang dan atas jasa itu kita perlu bersyukur pada Allah dan berterimakasih kepada Sjafruddin Prawiranegara karena tanpa adanya PDRI nasib Republik Indonesia hanya akan berlangsung dari tanggal 17 Agustus 1945 hingga 19 Desember 1948,   sebuah masa yang sangat singkat bukan? Dan hal itu tidak terwujud karena PDRI yang dibentuk oleh Mr. Sjafruddun Prawiranegara.
            Sjafruddin yang menjabat sebagai Ketua PDRI atau sebenarnya Presiden pada tanggal 11 Juli 1949 mengembalikan mandatnya sebagai Ketua PDRI kepada Kabinet Republik Indonesia yang baru. 
            Pemerintahan Sjafruddin di PDRI yang berlangsung  sejak Desember 1948 hingga Juli 1949 adalah sebuah waktu yang singkat dan tak banyak diingat, hingga Moh. Hatta dalam memoarnya mengatakan dan menyebut sosok Sjafruddin sebagai “ Sang Presiden Darurat “ meskipun sebenarnya Sjafruddin tidak pernah mempersoalkan masalah itu dan walaupun sebenarnya ia layak dikatakan sebagai seorang “Presiden”.
            Setelah mengembalikan mendat PDRI kepada Soekarno, Sjafruddin menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia kemudian menjadi Menteri Keuangan dan kemudian ia menjabat dan menjadi Gubernur Bank Sentral / Indonesia yang pertama dan mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial yaitu “Gunting Sjafruddin” dan ia terus berkarir hingga sebuah gerakan yaitu PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang Sjafruddin termasuk dan bergabung didalamnya dan gerakan itu banyak dicap sebagai sebuah gerakan separatis dan merupakan tandingan bagi Pemerintah RI yang sebenarnya adalah anggapan yang salah dan keliru karena alasan didirikannya PRRI adalah karena Pemerintah Pusat (Soekarno) cenderung berpihak kepada Komunis, oleh karena itu didirikanlah PRRI.
            Sjafruddin Prawiranegara juga adalah salah satu tokoh yang islamis dan cenderung memihak kepada islam dan ia banyak berkhutabh dan banyak berdakwah, hingga pada tahun 1967 bersama dengan M. Natsir dan tokoh-tokoh lain mendirikan DDII ( Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ) dan juga Sjafruddin juga pernah menjadi Pemimpin Partai Masyumi pada tahun 1960 dan masih banyak lagi bukti keislaman Sjafruddin Prawiranegara.
            Tulisan-tulisan serta Karya Tulis juga banyak dihasilkan oleh Mr. Sjafrudddin Prawiranegara dalam bentuk artikel-artikel yang ia sering tulis, teks-teks pidato dan khutbahnya yang dikumpul dan dihimpun menjadi suatu buku, dan juga karyanya yang adalah beberapa buku.
            Begitulah seorang Pahlawan Islam Indonesia yang pada masa pemerintahan orde lama dan orde baru tidak juga diakui sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia dikarenakan keterlibatnnya dengan PRRI-Permesta walaupun akhirnya ata banyak usulan dari berbagai pihak dan banayk orang, serta dari Panitia Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara, yaitu A.M. Fatwa, akhirnya pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada bulan November tahun 2011, Sjafruddin Prawiranegara ditetapkan sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
            Sjafruddin Prawiranegara setelah 77 tahun melihat dunia akhirnya wafat pada tahun 1989 tanggal 15 Februari dan meskipun tidak banyak yang tahu jasa-jasa beliau yang snagat berharga bagi bangsa dan agama, tapi akan tetap dikenang, dihormati, dan diteladani selalu.

REFERENSI :
Ø  Sang Penyelamat Republik : Biografi Sjafruddin Prawiranegara Pahlawan yang Dilupakan Sejarah
Ø  50 Pendakwah Pengubah Sejarah
Ø  https://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara

Sekontroversi Itukah Muawiyah Bin Abu Sufyan?



Sekontroversi Itukah Muawiyah Bin Abu Sufyan?
Resensi Buku “Wajah Politik Muawiyah Bin Abu Sufyan”
Ikrima Ramadhan Al Zanki

Wajah Politik Muawiyah Bin Abu Sufyan
Hepi Andi Bastoni
Pustaka al-Bustan
Cet.1 2012
xxxiv + 282 hlm :13,5 x 20,5 cm

            Muawiyah, Muawiyah Bin Abu Sufyan sesosok sahabat dari Nabi Muhammad Saw dan salah satu yang cukup dekat dengan Nabi Saw. Ayahnya Abu Sufyan adalah seorang petinggi dari Kaum Quraisy dan seorang tokoh yang sangat berpangaruh pada masa jahiliyah sebelum ia dan Muawiyah masuk kedalam agama islam pada peristiwa Fathu Makkah, Muawiyah Bin Abu Sufyan setelah beliau masuk ke islam dan atas permintaan ayahnya kepada Rasulullah Saw menjadi juru tulis wahyu Allah
            Karir Muawiyah menanjak dan meningkat dengan sangat cepat dan karena banyak hal yang bisa ia lakukan dan ia semakin terkenal dengan kehebatannya dan terkenal di banyak kalangan, Muawiyah juga adalah salah satu sahabat yang dekat dengan Nabi Saw dan setelah nabi wafat, Muawiyah semakin banyak jasa dan torehannya terhadap Islam dan Sejarah Islam Ia banyak mengikuti Perang yang terjadi antara kaum muslimin dan orang-orang Kafir dan Muawiyah juga banyak disebut sebagai “Bapak Angkatan Laut” yang berhasil mengkonsolidasikan Angkatan Laut Islam yang berhasil memenangkan banyak perang islam yang berlangsung di Lautan.
            Muawiyah juga banyak sekali terlibat dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan dunia islam dan kontroversi yang dimulai dan terkenal sejak perdebatannya antara Ali dan Amr setelah terbunuhnya Utsman bin Affan dan banyak sekali setelah itu kontroversi yang terjadi setelah itu dan terus berlanjut dengan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan kontroversi selanjutnya terjadi lagi dan bahkan lebih besar setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib dan perebutan kekuasaannya Hasan antara Muawiyah dan walaupun Hasan akhirnya menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah dengan beberapa persyaratan akan tetapi Hasan meninggal dan kontroversi muncul lagi Muawiyah berkuasa dengan mutlak selama beberapa tahun dan kekuasaan yang tak tergoyahkan sama sekali dan tak beberapa lama kontroversi lagi yaitu menetapkan anaknya Yazid sebagai putera mahkota dan berhasil mendirikan sebuah dinasti, sebuah kerajaan islam yang pertama.
Begitulah hal-hal yang dibahas didalam buku ini, buku “Wajah Politik Muawiyah Bin Abu Sufyan” sedikit-banyak biografi dan torehan serta “kontroversi” yang banyak dituliskan di dalam buku Hepi Andi Bastoni ini akan tetapi yang membuat buku ini sangatlah berbeda dengan buku lain yang membuat kesan negatif terhadap Muawiyah Bin Abu Sufyan walaupun kesan yang saya ceritakan pada awal mula Alinea memang cenderung “kontroversi”nya Muawiyah Bin Abu Sufyan, tapi sebenarnya buku ini sangatlah bagus dan membuat kita tidak sebelah mata memandang sosok Muawiyah Bin Abu Sufyan.
Banyak orang-orang yang tidak mengetahui, akan tetapi banyak sekali mengkritik Muawiyah dan politiknya yang sangat dipandang sebelah mata  padahal mereka sendiri tidak ada bandingannya dengan jikalau dibandingkan dengan sosok seorang sahabat, seorang Muawiyah Bin Abu Sufyan.
Seorang ulama’ yaitu Abu Mas’ud al-Muafa bin Imran pernah ditanya, “Wahai Abu Mas’ud siapakah yang lebih utama Umar bin Abdul Aziz atau Muawiyah? “Dengan nada marah dia berkata, “Seorang sahabat nabi tidak bisa dibandingkan dengan seorang pun. Muawiyah adalah sahabat Nabi Saw sekaligus iparnya dan penulis wahyunya”. Maka dengan  ini kita mengetahui dan juga telah dituliskan di dalam buku ini bahwa Muawiyah Bin Abu Sufyan bahwa dengan segala “kontroversi” yang ia miliki tetap saja dia adalah seorang sahabat nabi dan memiliki banyak sekali prestasi dan banyak sekali keutamaan yang ia miliki dan kita tidak memiliki hak dalam mengkritik Muawiyah yang sangat berjasa dalam islam karena siapa kita jika dibandingkan dengan sosok Muawiyah.
Buku terbitan al-Bustan ini sangat bagus dan sangat komprehensif dalam membahas sosok Muawiyah dan politik yang dijalankan oleh Muawiyah Bin Abu Sufyan dan dibahas dengan adil dan sangat direkomendasikan kepada semua Kalangan yang ini membacanya.
                                                                                                                                    
           



Teknologi dan Adab



Teknologi… baik atau buruk?? Adalah sebuah pertanyaan yang sebenarmya tidak seharusnya kita tanyakan karena sebetulnya teknologi bukanlah objek yang bisa kita nilai baik atau buruknya, karena sebenarnya teknologi itu sifatnya netral hanya saja baik-buruknya tergantung kepada sang pengguna teknologi itu sendiri, jikalau sang pengguna teknologo itu adalah orang yang buruk atau jahat maka teknologi itu bisa saja disalahgunakan atas tujuan dan niat yang tidak baik dari sang pengguna atau bisa juga sebaliknya jikalau teknologi itu digunakan oleh orang yang baik maka teknologi itu akan digunakan sesuai dengan kegunaannya dan tidak akan disalahgunakan.

Sebuah contoh dari teknologi yang sangat umum dan sering digunakan oleh manusia pada zaman ini adalah smartphone yang hampir semua orang miliki dan gunakan dan masalah yang terjadi pada teknologi smartphone ini adalah pada penggunanya, ada pengguna yang buruk dan ada juga yang baik. Pengguna yang buruk ialah yang memanfaatkan teknologi ini untuk hal-hal yang tidak baik, maksiat, dan bahkan pengguna yang buruk ini terlalaikan oleh smartphone ini karena tidak bisa mengendalikan diri, tidak seperti pengguna yang baik yang dapat mengendalikan diri dan memanfaatkan teknologi ini secara benar dan tidak berlebihan dan menjadikan teknologi ini bermanfaat.

Di dalam sejarah juga kita mengetahui bagaimana teknologi itu dapat berubah sesuai dengan penggunanya, Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang kedua kota tersebut di bom dengan bom nuklir oleh sekutu dan menyebakan banyak sekali kerusakan dan ribuan nyawa melayang serta banyak efek negatif daripada radiasi dari bom tersebut dan bom itu memiliki teknologi nuklir yang sebenarnya bisa menjadi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia bukan malah mematikan manusia yaitu pembangkit listrik yang bertenaga nuklir. 2 hal yang berteknologi sama namun dampak dari keduanya sangat berbeda dan hal ini disebabkan oleh pengguna yang berbeda.

Nah….. sekarang apa hubungannya teknologi dan adab, sebenarnya teknologi dan adab ini sangat berhubungan dan hubungannya sangat berpengaruh pada dampak dari teknologi tersebut, karena jikalau sang pengguna daripada teknologi tersebut memiliki adab yang baik maka hal-hal buruk dari teknologi tidak akan tercipta. Karena adab itu adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan jika kita menggunakan teknologi itu dengan adab maka pasti kejadian seperti bom di Jepang tidak akan terulang.

Seperti yang dikatakan oleh al-Attas bahwa kekurangan kita ialah “loss of adab” yang berarti kita telah kehilangan adab termasuk adab dalam menggunakan teknologi karena jikalau kita tidak memiliki adab dalam menggunakan teknologi maka pasti tekonologi itu akan selalu disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak memiliki adab, Jadi disitulah hubungan antara teknologi dan adab.

Ilmu Tauhid : Manfaat dan bahayanya





Mempelajari ilmu tauhid bagi setiap muslim sangatlah penting dan krusial, tidak hanya penting dan krusial , namun mempelajarinya walau hanya sekedar memahami itu adalah Fardhu ‘Ain bagi setiap orang muslim yang mukallaf. Jadi tidak hanya penting, tetapi harus karena jika kita mempelajari ilmu tauhid maka secara otomatis kita akan semakin mengenal Allah dan semakin dekat kepada-Nya.

Tauhid sendiri dalam Bahasa berarti menjadikan sesuatu menjadi satu dan dalam istilah berarti “suatu ilmu yang dibahas di dalamnya tentang menetapkan aqidah-aqidah agama yang diperoleh dari dalil-dalil keyakinan yang terperinci dan qad’i”, karena ilmu tauhid adalah seperti yang telah disebutkan diatas maka jika kita mempelajarinya maka pemahaman kita terhadap akidah-akidah agama akan semakin bertambah.

Ilmu Tauhid yang telah dikodifikasikan oleh para ulama’ seperti Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi ini sangatlah penting bagi kita ummat muslim yang Mukallaf untuk mempelajarinya serta kemudian mengamalkannya. Ilmu ini sangatlah penting karena jika seorang muslim tidak mempelajari ilmu tauhid maka  keyakinannya terhadap Allah harus dipertanyakan, karena orang yang tidak belajar ilmu tauhid ini besar kemungkinannya bahwa keyakinan mereka keliru atau bahkan sesat dan lebih berbahaya lagi jikalau dia juga menyebarkan pemahaman yang salah itu kepada orang lain dan hal itu disebabkan oleh pengetahuan yang ia ketahui dari ilmu tauhid sangat minim karena tidak mempelajarinya.

Kita sebagai ummat islam diharuskan mempelajari ilmu tauhid agar kita ini terhindar daripada bahaya kebodohan dan ketidaktahuan di dalam bidang keyakinan, karena dalam masalah keyakinan ini sangatlah fatal akibatnya jika salah dan akibatnya tidak hanya di dunia , tetapi juga di akhirat.
Dijelaskan di dalam Kitab Sullamut Taufiq bahwa masalah I’tiqod atau keyakinan ini sangat fatal penting kenapa?? Karena salah satunya adalah jikalau kita salah dalam berkeyakinan atau keliru maka ada kemungkinan kalua kita bisa keluar dari agama islam dalam keadaan kita tidak mengetahui kalu kita telah keluar dari agama islam, Bagaimana hal itu bisa terjadi?? Nah.. hal ini tentu disebakan ia tidak mempelajari ilmu tauhid dengan benar.

Bahaya dari tidak mempelajari ilmu tauhid seperti yang dituliskan di atas tersebut hanyalah sebagian kecil contoh dari banyaknya bahaya orang yang tidak mempelajari ilmu tauhid, berikut ini salah satu contoh lainnya, orang yang mempelajari ilmu tauhid maka dia akan mengenal Allah dan sebaliknya orang yang tidak mempelajari ilmu tauhid tidak akan mengenal Allah dan orang yang tidak ma’rifat kepada Allah bagaimana caranya ia dapat beribadah kepada Allah, sementara dia tidak mengenal Allah dan tidak memiliki keyakinan yang tetap terhadap Allah, maka amal yang ia lakukan , amal yang ia kerjakan tidak akan menjadi penolong baginya, hanya akan menjadi sia-sia belaka.

Jadi begitulah penjelasan tentang pentingnya mempelajari ilmu tauhid dan bahaya meninggalkannya secara ringkas dan umum dan tulisan ini ditulis atas sumber bacaan antara lain kitab Sullamut Taufiq, Jawahiru kalamiyyah, serta kitab-kitab lain.



KH HASYIM ASY’ARI : PESANTREN HINGGA PERAN DALAM KEMERDEKAAN







KH Hasyim Asy’ari bernama lengkap Muhammad Hasyim Asy’ari, lahir di Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871. Satu hal yang kita bisa kenali dari KH Hasyim Asy’ari dan yang sangat identik dengan beliau adalah satu hal yaitu Pesantren, pesantren adalah satu kata yang sangat familiar bagi KH Hasyim Asy’ari karena sejak beliau masih kecil samapi tuanya ia  habiskan mayoritas waktuya di dalam lingkungan pesantren, sejak kecil sudah mulai menjadi seorang santri dan KH Hasyim Asy,ari pernah nyantri di beberapa pesantren yaitu, Pesantren Wonokoyo, Langitan, Trenggilis, Siwalan, dan Pesantren-pesantren lain.

Setelah sekian lama menuntut ilmu di Tanah Jawa dan akhirnya pada tahun 1892, KH Hasyim Asy’ari mendapatkan kesempatan untuk pergi haji dan sekaligus menuntut ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan Syaikh Mahfudz at-Tarmasi, kemudian KH Hasyim Asy’ari pulang dari Mekkah dan kembali ke Jombang dan mendirikan sebuah pesantren yang bernama Tebuireng yang pada masanya merupakan sebuah pesantren yang cukup kontroversial karena mesukkan pelajaran-pelajaran yang dinilai sangat aneh dan baru oleh masyarakat pada masa itu seperti belajar membaca huruf latin, pidato, berorganisasi dan hal lainnya. KH Hasyim Asy’ari terus mengasuh Pesantren Tebuireng hingga kita bisa lihat sekarang sebuah pesanten yang sangat besar dan memiliki ribuan santri.

KH Hasyim Asy’ari juga tidak hanya mengurusi Pesantren Tebuireng saja ,tetapi juga bergerak dalam organisasi yang beliau dirikan yaitu Nahdlatul Ulama’ pada tanggal 31 Januari 1926 dan KH Hasyim Asy’ari menjadi ketua umum pertama ormas islam yang kita sering sebut dengan “NU”.

Selain Bergerak dalam organisasi dan juga Pendidikan KH Hasyim Asy’ari juga mempunyai peran dalam menjaga dan mempertahankan kemerdekaan NKRI ini, “Tapi bukankah Hasyim Asy’ari hanyalah seorang ulama?? Memang apa saja peran KH Hasyim Asy’ari dalam masa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia??” Memang betul bahwa KH Hayim Asy’ari adalah seorang ulama , namun bukan sembarang ulama karena beliau adalah seorang ulama yang juga sangat menentang penjajahan, maka dari itu banyak sekali peran yang telah ia lakukan dalam hal tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Kita tahu bahwa KH Hasyim Asy’ari pada tahun 1926 telah mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama yang anggotanya tidak sedikit dan karena KH Hasyim Asy’ari menentang penjajahan baik Jepang maupun Belanda maka sebagai ketua dari organisasi tersubut maka secara otomatis para anggota dari Nahdlatul Ulama akan mengikuti hal yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari yaitu penentangannya terhadap penjajahan.

Kemudian KH Hasyim Asy’ari pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pernah dipenjara dan bahkan sampai disiksa oleh Jepang karena satu hal yang beliau tentang dari Jepang yaitu ritual “Sikrei” yang para tentara Jepang melakukannya dan memaksa para penduduk Indonesia untuk juga melakukannya yaitu ritual yang di dalamnya ada menunduk hormat pada kaisar di Jepang dan KH Hasyim Asy’ari sangat menentang hal tersebut.

Kemudian tentu saja satu hal yang kita tidak bisa lupakan sebagai salah satu peran KH Hasyim Asy’ari adalah “Fatwa Jihad” yang terjadi saat terjadinya Agresi Militer Belanda yang pertama di Kota Surabaya pada tanggal 10 November yang bertujuan untuk mempertahakan keutuhan daripada Indonesia.

Peran KH Hasyim Asy’ari sebenarnya ada banyak sekali dalam berbagai bidang dan hal mulai dari Pesantren sampai ke perannya dalam kemerdekaan dan KH Hasyim Asy’ari  pada 25 Juni 1947 beliau wafat, meskipun begitu kita masih bisa mengambil pelajaran dari sejarahnya, karyanya, dan kita harus meneladani KH Hasyim Asy’ari sebagai ulama dan pejuang.

Niat Kita Sebagai Penuntut Ilmu





Kita sebagai penuntut ilmu harus selalu mengingat dan memperbaiki satu hal yaitu adalah niat, niat kita dalam menuntut ilmu harus selalu kita perhatikan karena seperti yang Rasulullah SAW sabdakan “innamal a’malu binniyyat” segala amalan itu tergantung pada niatnya, jadi dalam melakukan sesuatu dan lebih terkhusus dalam menuntut ilmu kita harus selalu memperhatikan niat kita karena kalau niat kita salah maka amal yang dilakukan akan salah jadi niat dalam menuntut ilmu sangatlah krusial dalam kehidupan kita.

Jadi jika kita ingin membenarkan niat kita bagaimanakah niat yang benar dalam menuntut ilmu? Imam Zarnuji dalam kitabnya Ta’limul Muta’lim menyantumkan tentang hal ini yaitu niat kita dalam menuntut ilmu yang paling utama adalah niat menuntut ilmu karena Allah semata dan bukan karena hal lain ,akan tetapi bukan berarti kita tidak boleh memiliki niat lain, Imam Zarnuji juga menuliskan bahwa kita juga boleh berniat yang lain tentu saja niat yang baik seperti menghilangkan kebodohan dari diri sendiri juga dari orang lain dan agar kita bisa mendapatkan negeri akhirat (surga) akan tetapi tetap menjadikan niat untuk mendapatkan ridho Allah sebagai niat yang utama.

Kita telah tahu bagaimana niat yang baik dan benar dalam menuntut ilmu, maka kita harus senantiasa menjaga niat kita dalam menuntut llmu karena godaan seorang penuntut ilmu sangatlah berat dan banyak sampai Imam Al-Ghazali memperingatkan para penuntut ilmu dalam kitabnya Bidayatul Hidayah bahwa jikalau niat kita dalam menuntut ilmu adalah untuk berlomba-lomba, untuk membuat kita menjadi nomor satu, untuk memalingkan pandangan manusia kepada diri kita, untuk mengumpulkan materi dunia maka kita sama saja kita menjual akhirat kita dengan dunia dan kita akan sangatlah rugi.

Jadi niat dalam menuntut ilmu sangatlah penting dan harus selalu diperhatikan dan diluruskan karena kita harus selalu menjaga niat kita dari penyakit hati seperti sombong, riya’, sum’ah,ujub, dll. Karena niat seperti itu akan sangat merugikan kita dan jika kita tidak ingin rugi maka niatkan dalam menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata.

Syaikh Yusuf al-Maqassari, Rihlah Ilmiah, dan Perannya di Nusantara






Ketika Indonesia atau Nusantara sebutannya pada masa itu memasuki abad ke-17, Islam yag berada di Nusantara pada masa itu sudah tidak sedikit namun telah berkembang pesat bahkan di bidang pendidikan dan inteletualitasnya sudah sangat berkembang sampai ke hampir seluruh penjuru Nusantara, hal ini juga bisa kaitkan dengan kejadian yang terjadi 1 abad sebelum itu yaitu pada tahun 1511 tepatnya di Malaka, dimana pada tahun itu Malaka diserang dan ditaklukkan oleh Portugis, karena Malaka merupakan sebuah kesultanan islam dan pelabuhan Internsional yang banyak menampung pedagang muslim dari berbagai penjuru dunia seperti pedagang arab, pedagang cina, pedagaag India, dan pedagang yang lainnya yang mereka ini adalah para pedagang muslim yang berdagang di Malaka, sampai pada saat Portugis menyerang dan Malaka berhasil ditaklukkan oleh Portugis akhirnya para pedagang ini ber”hijrah” ke tempat lain seperti salah satunya Makassar dan disana mereka tidak hanya berdagang sahaja tetapi mereka juga menyebarkan agama islam sampai nanti suatu saat di Makassar lahir seorang ulama besar yaitu Syaikh Yusuf yang sejak kecil diajar dan dididik dengan agama islam dan sampai wafatnya menjadi ulama yang berpengaruh dan masyhur.

Syaikh Yusuf ini merupakan seorang ulama yang sangat berpengaruh di Nusantara dan bahkan di Mancanegara yang dia ini berasal dari Makassar yang pada masanya masyarakatnya dan bahkan rajanya sangat tertarik untuk mempelajari agama islam. Syaikh Yusuf ini lahir di Moncong Lowe, Makassar 3 Juli 1626.

Ulama yang bernama asli Muhammad Yusuf dan bergelar Syaikh al-Hajj Yusuf Abul Mahasin Hadiyatullah Ta’jul Khalwati al-Maqassari al-Bantani ini lahir dalam keadaan biasa-biasa saja namun disaat ia berada dalam kandungan ibunya dia banyak mengalami hal yang bias dibilang ajaib dan aneh sehingga nanti saat Muhammad Yusuf ini lahir ke Dunia banyak masyarakat Makassar pada masa itu menganggap bahwa dia adalah “keramat” atau berkah walaupun riwayat kisah ini tidak sepenuhnya bisa dipegang karena berasal dari cerita mulut ke mulut.

Syaikh Yusuf kecil dibesarkan di dalam Istana Kerajaan Gowa karena Muhammad Yusuf ini sejak kecil sudah diangkat menjadi putera angkat dari Raja Gowa dan diajarkan serta dididik di lingkungan Istana Gowa dan diberi perlakua yang cukup istimewa, sampai Muhammad Yusuf ini telah menyelesaikan Pendidikan dasar tentang keisalaman di Istana Gowa yang pada saat itu Muhammad Yusuf diajarkan oleh seorang yang bernama Daeng Ritsamang.

Setelah menyelesaikan Pendidikan dasarnya di Istana Gowa Muhammad Yusuf pun melanjutkan menuntut dan mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya untuk memperdalam ilmu dasar tentang keislaman yang telah ia pelajari dari Daeng Ritsamang di Istana Gowa. Muhammad Yusuf kemudian mencari seorang guru sampai akahirnya bertemu dengan Sayyid Ba’alawi bin Abdullah al-Allamah Tohir dan menuntut ilmu kepadanya, Sayyid Ba’alawi ini bertempat Di suatu tempat yang bernama Bontoala yang dimana tempat ini adalah pusat keilmuan yang ada di Makassar pada masa itu karena di Bontoala terdapat banyak sekali ulama-ulam yang mengajarkan banyak ilmu dan salah satunya adalah Sayyid Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir yang Syaikh Yusuf banyak mendapatkan ilmu dari Beliau seperti ilmu Sharaf, Ilmu Nahwu, Ilmu Mantiq, Ilmu Tasawuf, dan macam-macam ilmu lainnya tetapi memang Syailh Yusuf ini menaruh perhatian khusus terhadap Ilmu Tasawuf.

Usai Muhammad Yusuf menuntut ilmu kepada Sayyid Ba’alawi Bin Abdullah al-Allamah Tohir, Muhammad Yusuf tidak berhenti mencari dan menuntu ilmu , kemanapun ia pergi sampai ia menemukan seorang guru yang berada di Kutai bernama Syaikh Jalaluddin al-Aidid yang beliau ini merupakan seorang Ulama yang berasal dari Aceh, kemudian Syaikh Jalaluddin al-Aidid ini mengajarkan kepada Syaikh Yusuf tentang banyak hal terutama tentang ilmu-ilmu syari’at sampai dirasa cukup ilmunya oleh Syaikh Jalaluddin al-Aidid pembelajaran Syaikh Yusuf dan Syaikh Yusuf kembali ke Makassar dan disana Syaikh Yusuf sudah mulai mengajar dan berdakwah kepada masyarakat Makassar dengan ilmu yang ia pelajari tetapi ia tetap menuntut ilmu di Suatu Tempat yang bernama Bawakaraeng yang di Tempat ini terdapat tujuh orang Wali yang memiliki ilmu yang banyak dan Syaikh Yusuf menuntut ilmu kepada mereka sampai suatu hari dia merasakan bahwa ilmu yang ia pelajari di Tanah Makassar sudah cukup. Oleh karena hal itu ia memutuskan untuk pergi merantau dari Makassar dalam tujuan menuntut ilmu yang biasa disebut dengan Rihlah Ilmiah. Syaikh Yusuf memulai Rihlah Ilmiahnya yang bertujuan ke Haramain [Mekkah & Madinah] namun nanti di dalam perjalanannya ke Haramain Syaikh Yusuf mampir ke banyak tempat untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di wilayah itu.

Pada Bulan September 1644 Syaikh Yusuf meningggalkan Tanah Makassar untuk memulai Perantauan Rihlah Ilmiahnya dalam rangka menuntut ilmu. Ia meninggalkan Tanah Makassar lewat Pelabuhan Somba Opu yang merupakan salah satu Pelabuhan terbesar yang ada di Makassar pada masa itu. Syaikh Yusuf yang saat itu baru berusia 18 tahun tidak langsung menuju ke Timur Tengah namun ia berhenti dahulu di Banten karena kapal yang ia tumpangi  adalah kapal yang membawa rempah-rempah jadi Ia harus mengikuti rute yang ada.

Saat Syaikh Yusuf tiba di Banten, Banten pada masa itu adalah sebuah Kerajaan Islam yang saat itu Sultannya yaitu Sultan Abul Mafakir yang sangat tertarik kepada ilmu dan banyak mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepada ulama-ulama yang berada di Aceh seperti Syaikh Nuruddin ar-Raniri dan juga kepada ulama-ulama Haramain. Jadi sesampainya di Banten Syaikh Yusuf bisa menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang berada di Banten, serta di Banten Syaikh Yusuf menjalin hubungan yang baik dengan kaum pejabat dan bangsawan teruatama dengan Putera Mahkota, yaitu Pangeran Surya.

Syaikh Yusuf Meninggalkan Banten pada tahun 1648 dan kemudian melanjutkan perjalanan Rihlahnya ke Gujarat, India dimana Syaikh Nuruddin ar-Raniri berada dan ia berguru pada ar-Raniri dan akhirnya mendapatkan ijazah Tarekat Qodiriyah, kemudian setelah menuntut ilmu di India Syaikh Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Yaman karena di Yaman ini merupakan salah satu Pusat Keilmuan yang disini terdapat banyak sekali ulama-ulama, Syaikh Yusuf di Yaman berhasil mendapatkan Ijazah Tarekat Naqsabandiya yang ia dapatkan dari Muhamma d Bin Abd al-Baqi al-Mizjaji al-Naqsabandi yang merupakan seorang ulama penting di Abad ke-17 yang juga merupakan anggota dari keluarga Mizjaji yang sering kali diidentikkan dengan Tarekat Naqsabandiyah.

Syaikh Yusuf juga menuntut ilmu kepada seorang ulam yang tidak hanya hebat dan ahli dalam ilmu syari’at sahaja namun juga dalam ilmu Tasawuf yaitu Sayyid Ali az-Zabidi dan juga kepada ulama-ulama lain di Yaman sampai Syakih Yusuf melanjutkan perjalanannya ke Haramain.

Saat Syaikh Yusuf menetap di Haramain  Syaikh Yusuf banyak sekali mendapatkan ilmu dari ulama-ulama yang berada di Haramain seperti Syaikh Ibrahim al-Kurani, Syaikh Ahmad Qusyaisi dan bahkan kepada ulama-ulama yang berasal dari India seperti Abdul Karim Lahuri dan Syaikh Muhammad Mirza. Di sini Syaikh Yusuf belajar tentang masalah Tasawuf, Fiqh, Ilmu Kalam, Hadts, Tafsir, dan masih banyak cabang keilmuan lainnya, serta di Mekkah Syaikh Yusuf juga sudah mulai mengajar para murid yang berasal dari Nusantara yang nanti mereka akan menyebarkan ajaran-ajaran Syakih Yusuf al-Maqassari.

Syaikh Yusuf disarankan oleh Syaikh Ahmad Qusyaisi untuk pergi ke Kota Damaskus untuk mempelajari Tarekat Khalwatiyah dengan Sayaikh Ayyub al-Khalwati dan akhirnya Syaikh Yusuf pergi ke Damaskus dan disana ia berhasil mendapatkan gelar yang besar dan tinggi di dalam Tarekat Khalwatiyah yaitu gelar “Tajul Khalwati” yang berarti Mahkota Khalwati.

Setelah 20 tahun semenjak Rihlah Ilmiah Syaikh Yusuf dimulai pada tahun 1644 dan pada usia 38 tahun Syaikh Yusuf akhirnya menyudahi Rihlah Ilmiahnya dan ia kembali Ke Nusantara namun Syaikh Yusuf al-Maqassari tidak kembali ke Makassar melainkan Syaikh Yusuf menetap di Banten dan mengajarkan ilmunya di sana. Karena Syaikh Yusuf dahulu bersahabat dengan Pangeran Surya yang sekarang telah menjadi seorang Sultan Ageng maka dengan mudah Syaikh Yusuf mendapat keduddukan tinggi sebagai ulama di Banten. Syaikh Yusuf ini bahkan dinikahkan dengan putri dari Sultan Ageng Tirtayasa sendiri yang membuat hubungannya  dengan Sultan Ageng menjadi sangat dekat. Ia juga yang mendidik anak dari Sultan Ageng bahkan Sultan Ageng sendiri mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Syaikh Yusuf al-Maqassari.

Setelah beberapa tahun Syaikh Yusuf tinggal dan mengajar di Banten Namanya kemudian menjadi masyhur dan terkenal sebagai seorang ulama dan juga murid dan pengikutnya semakin lama semakin banyak, sebagian dari mereka adalah orang Makassar yang tinggal di Banten.
Syaikh Yusuf di Banten membuka pengajian umum untuk para penduduk dan juga ia menjadi seorang Muballigh untuk menyebarkan ajarannya.

Perang akhirnya pecah dan muncul didalam kesultanan Banten itu sendiri yang dimulai oleh Sultan Haji [anak Sultan Ageng] yang bekerja sama dengan pihak Belanda untuk mengambil kekuasaan Sultan Ageng dan Perang itu dimulaipada awal tahun 1682. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tertangkap pada tahun 1683, namun walaupun Sultan Ageng Tirtayasa sudah tertangkap perjuangan melawan Belanda tetap ada dan terus berkobar dan dipimpin oleh tidak lain adalah syaikh Yusuf al-Maqassari sendiri.

Syaikh  Yusuf melakukan Perang Gerilya Bersama dengan 4000 pasukannya yang terdiri dari murid dan pengikutnya yang mana mereka ini sangat sulit untuk ditaklukkan karena mereka juga dibantu oleh para penduduk dalam bersembunyi, tapi karena Belanda licik akhirnya mereka berhasil menangkap Syaikh Yusuf pada 14 Desember 1683 dengan cara mereka menawan istri dan anak Syaikh Yusuf dan mereka menyamar menjadi Muslim yang berpakaian orang Arab dan kemudian menangkap dan memenjarakan Syaikh Yusuf.

Syaikh Yusuf al-Maqassari telah berhasil ditangkap oleh Belanda oleh karena itu otomatis Perang Banten berakhir dan berita penangkapan Syaikh Yusuf tersebar luas ke Seluruh Batavia. Syaikh Yusuf sangat dikagumi dan memiliki banyak sekali pengikut yang sangat setia kepada Syaikh Yusuf, sehingga membuat Belanda menjadi khawatir jika nanti mereka bangkit dan berusaha membebeaskan Syaikh Yusuf dari penjara sehingga akhirnya Syaikh Yusuf diasingkan ke Sri Lanka/Ceylon Bersama dengan anak isterinya.

Pengasingan Syaikh Yusuf ke Sri Lanka ternyanta merupaka sebuah rahmat tersendiri bagi Syaikh Yusuf karena di Sri Lanka Ia bisa menulis Kitab Safinatunnajah, disana juga ia tetap mengajar orang-orang Melayu-Nusantara yang ada disana. Ia juga banyak membangun koneksi terhadap ulama atau bahkan penguasa yang ada di Sri Lanka. Syaikh Yusuf diasingkan tidak berartiIa tidak bisa melakukan perjuangannya melawan Belanda dan ternyata memang Ia di Sri Lanka tetap melawan Belanda karena Sri Lanka merupakan tempat transit Jama’ah haji yang berasal dari Nusantara dan di Sri Lankalah tempat mreka transit dan saat mereka transit di Sri Lanka Syaikh Yusuf menitipkan tulisan-tulisan untuk mereka bawa kembali ke Nusantara dan ternyata atas aktivitas yang dilakukan Oleh Syaikh Yusuf Belanda menjadi khawatir dan takut sehingga akhirnya Syaikh Yusuf dipindahkan pengasingannya ke Tempat yang lebih jauh oleh Belanda yaitu Ke Afrika Selatan tepatnya di Tanjung Harapam/Cape Town.

Syaikh Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan yang adalah tempat pembuangan bagi orang-orang Melayu-Nusantara yang dianggap berbahaya oleh Belanda. Disini Syaikh Yusuf mengajar para budak dan orang Melayu yang dibuang disini. Di Aafrika Selatan Syaikh Yusuf lebih banyak melawan Kristenisasi yang marak terjadi disana dan juga saat berada di Afrika Selatan Ia banyak mengajar tentang Tasawuf sampai diduga bahwa tiga Tarekat yang ada di Afrika Selatan yaitu Naqsabandiyah, Qodiriyah, dan Rifa’iyah diperkenalkan oleh Syaikh Yusuf al-Maqassari.
Sampai akhir hayatnya Syaikh Yusuf menetap di Tanjung Harapan dan ia meninggal pada tanggal 22 Mei 1699 dan dimakamkan disana, tapi pada tahun 1705 Sultan Gowa meminta agar jasad Syaikh Yusuf dibawa dan dipindahkan ke Makassar dan kedua makam ini masih ada dan sampai sekarang masih dikunjungi.

Jadi Syaikh Yusuf ini adalah seorang ulama yang sangat bepengaruh besar bagi umat islam terutama bagi umat islam yang berada di Nusantara yang banyak mengikuti ajaran Syaikh Yusuf Sehingga keislaman yang ada di Nusantara ini tidak bisa dilepaskan dari peran Syaikh Yusuf al-Maqassari.