Pangeran Diponegoro : Pemahaman Islam dan Kepribadiannya
Pangeran Diponegoro : Pemahaman Islam dan
Kepribadiannya
Ikrima
Ramadhan al-Zanki
Dalam
bukunya, Peter Carey, penulis biografi Pangeran Diponegoro, mengatakan,
“Setelah nenek buyutnya wafat, 17 Oktober 1803, Diponegoro agaknya
mengintensifkan hubungan dengan kaum ulama yang tinggal di desa-desa sekitar
Tegalrejo. Perkembangan penting di sini adalah perkawinannya pada sekitar tahun
1802, dengan putri seorang guru agama dari daerah Sleman, sebelah utara
Yogyakarta. Mempelai wanitanya, Raden Ayu Retno Madubrongto, adalah putri kedua
dari Kiai Gede Dadapan, dekat Tempel.” Jadi titik balik Pangeran Diponegoro
muda yang kala itu masih berumur sekitar 18 tahun menjadi lebih giat dan serius
dalam memahami islam dengan lebih dalam setelah sebelumnya dididik saat masa
kecilnya oleh guru-guru agama di Tegalrejo Bersama dengan nenek buyutnya.
(Peter Carey, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855), Jakarta:
Kompas, 2014, hlm. 26)
Pangeran
Diponegoro dengan semangat mudanya yang masih membara dalam menuntut ilmu,
terutama ilmu agama kepada para alim-ulama’. Mempelajari banyak sekali
bidang-bidang ilmu yang ada di dalam ilmu agama, yang ia pelajari dan kaji dari
kitab-kitab para ulama’ yang membahas tentang masalah tasawuf, tarekat-tarekat,
dan hal-hal yang sufistik lainnya, juga kitab kisah-kisah para nabi, kitab yang
membahas tentang politik dan filsafatnya, kitab-kitab fiqh dan syari’ah,
kitab-kitab sastra, bahkan kitab sastra hindu-buddha yang berasal dari serat
jawa yang mengandung sastra India kuno, dan juga masih banyak lagi kitab-kitab
yang menjadi bahan bacaan dari Pangeran Diponegoro dan hal itu tentu bukanlah
suatu hal yang aneh karena memang sejak kecil Pangeran Diponegoro telah dididik
di lingkungan sekitae pesantren dan hidup berdampingan dengan para santri,
tepatnya di Desa Tegalrejo. (Peter Carey, Takdir: …, hlm. 31)
Sebagaimana
yang disampaikan di dalam salah satu babad Keraton Yogyakarta, Pangeran Diponegoro
juga dikenal karena keshalehan islamnya. Pangeran Diponegoro menikmati sekali
saat sedang membaca kitab-kitab agama dan ingin menjunjung tinggi adat Jawa
tradisional di lingnkungan keraton. Jadi selain bacaan Pangeran Diponegoro yang
berlimpah, ia juga sangatlah menjunjung tinggi adat-istiadat Jawa, yang mana ia
besar di dalam adat tersebut. (Peter Carey, Takdir: …, hlm. 10)
Pangeran
Diponegoro juga sebagai keturunan bangsawan yang dibesarkan dalam lingkungan
santri menjadi seorang yang sangat dekat dengan masyarakat dan hal itu sangat
terlihat pada masa mudanya Pangeran Diponegoro. Peter Carey menulis di dalam
bukunya bahwa Pangeran Diponegoro banyak berkawan dengan masyarakat sekitar
baik yang merupakan keturunan bangsawan atau priyayi, para ulama’, santri, dan
bahkan berkawan dengan para bandit yang ada. Memang hubungan yang paling
terlihat dari Pangeran Diponegoro adalah hubungannya dengan para ulama’.
Meskipun Peter Carey pun menuliskan bahwa disamping memiliki hubungan dengan
para ulama’ yang tinggal di daerah pedesaan, Pangeran Diponegoro juga memiliki
banyak kawan dikalangan elite Keraton Yogyakarta yang tertarik dan dekat dengan
islam. (Peter Carey, Takdir: …, hlm. 28-29)
Pemahaman Pangeran Diponegoro Akan Ajaran Islam
Jika
dilihat kembali tentang masa kecil Diponegoro yang dididik dan hidup di Desa
Tegalrejo, maka tentu kita tidak akan bingung dan heran akan pemahaman Pangeran
Diponegoro akan Islam. Karena di Desa Tegalrejo sendiri merupakan sebuah desa
yang dipenuhi dengan para santri dan juga ulama atau para kyai. Diponegoro
hidup dan besar dalam suasana sebagai seorang santri juga maka identitas
kemusliman dari Diponegoro tidak perlu dipertanyakan kembali dan juga
pemahamannya akan Islam juga pasti telah terbangun selama ia belajar di Desa
Tegalrejo. Kemudian jika dilihat kembali dari bacaannya yang sangat banyak dan
bervariasi terutama yang banyak membahas tentang Islam atau kitab-kitab yang
berkaitan dengan Islam. Dapat disimpulkan bahwa Pangeran Diponegoro bukanlah
seorang yang awan akan Islam, Justru dia paham dan mengerti terhadap Islam.
Ditulis
di dalam bukunya Peter Carey, “Orang-orang Eropa memuji pemahaman Pangeran
tentang Islam: “Diponegoro sangat akrab dengan semangat yang meresapi system
keagamaan [Sang Nabi]”, catat Knoerle, “[dan] saya percaya ia menilai semua
mukjizat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dari sudut pandang yang seimbang
[dan tahu persis] bagaimana harus membedakan [aspek supranatural segala
mukjizat itu dari] situasi dan kondisi [historis] di mana Nabi Muhammad Saw
mengalaminya”. Hal tersebut disampaikan
oleh orang-orang Eropa yang melihat bahwa Pangeran Diponegoro memang adalah
seseorang yang paham akan islam dan mereka sampai memuji pemahaman Sang
Pangeran terhadap Islam. Hal ini menunjukkan bahwa memang Pangeran Diponegoro
paham betul akan Islam. (Peter Carey, Takdir: …, hlm. 39)
Pangeran
Diponegoro memiliki pemahaman akan agama Islam yang kuat dan ia cenderung
kepada ajaran-ajaran tasawuf. Ia cenderung menyukai ajaran-ajaran mistik yang
berbau sufistik. Sebagaimana tulisan-tulisan Pangeran Diponegoro yang
memperlihatkan bahwa ia lebih tipikal menjadi seorang mistikus Jawa ketimbang
seorang pembaru Islam yang ortodoks. Hal ini juga diakui oleh penasihat
Pangeran Diponegoro di Perang Jawa, yaitu Kiai Mojo, yang juga seorang anggota
tarekat mistik Shattariyah, yang menyebutkan bahwa Pangeran Diponegoro
tampaknya berusaha mencapai tingkat kemanunggalan mistik dalam sufi. (Peter Carey,
Takdir: …, hlm. 39)
Tulisan-tulisan
Pangeran Diponegoro yang ia tulis di Makassar, banyak mencantumkan
kutipan-kutipan yang berasal dari ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an, namun
walaupun demikian Pangeran Diponegoro ternyata tidak memiliki keinginan atau
tidak begiru tertarik terhadap tafsir al-Qur’an. Justru ia sangat tertarik
kepada penggunaan dan pembacaan dzikir, serta suka untuk bersemedi. Dituliskan
oleh Peter Carey mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Ketertarikan Pangeran Dipoengoro
terhadap hal-hal mistik dalam bukunya yaitu, “Dalam uraian yang sama dimana ia
memuji kemanjuran dzikir, Pangeran Diponegoro juga merujuk pada daerah
(bagan-bagan pengaturan nafas sembari berdo’a) dan pada beberapa upacara yang
digunakan oleh tarekat-tarekat Naqsabandiyah dan Shattariyah.” (Peter Carey, Kuasa
Ramalan: Pangeran Dipoengoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855,
Jilid 1, Jakarta: KPG dan KITLV Jakarta, 2016, hlm. 131)
Menurut
Diponegoro, membaca dzikir dapat memungkinkan orang untuk membesarkan asma’
Allah yang maha besar. Karena Pangeran Diponegoro menganut pandangan mistik
terhadap tauhid, mengakui keesaan Allah dengan menunjukkan bahwa kita sebagai
manusia harus menunjukkan kesetiaan kita kepada Sang Pencipta bahwa kita setia
dan salah satunya adalah dengan melantunkan dzikir kepadaNya.
Pangeran
Diponegoro memiliki pandangan bahwa perkembangan dan kemajuan mistik bergerak
dari iman melalui tauhid dan makrifat kepada Islam sejati, Penyerahan diri
seseorang secara mutlak dan merendahkan kedirian serat keberadaan seseorang si
hadapan Allah. Penting sekali bahwatidak ada penyebutan syari’at sebagai wahana
kehidupan mistik tersebut. Jadi Pangeran Diponegoro meskipun menjalankan
ajaran-ajaran sufistik namun ia tidak meninggalkan syari’at Islam dan tetap
melaksanakannya. Karena sesungguhnya pemahaman Pangeran Dipoengoro itu
berdasarkan tauhid. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: …, hlm. 132-133)
Sebagaimana
yang dirumuskan Pangeran Diponegoro dalam otobiografinya:
27. Iman berarti “pasrah terima”
Karena manusia dianugerahi kehidupan
Oleh Tuhan Yang Maha Agung.
Tauhid berarti kebenaran
bahwa orang harus menjalankan
perintah [sebagaimana ditetapkan dalam hukum]
berat
atau ringan
28. Makrifat berarti tolak
penduaan;
Karena badan ini pasti punah,
tak
usah merisaukannya.
Kehadirannya khayali, terlalu tak berarti
untuk
dipertahankan.
Berusahalah hanya demi
Hakikat
sejati Yang Maha Ada.
Makna Islam
29. adalah berserah diri,
pengakuan atas tak berartinya
manusia.
Semua berasal dari Allah,
manusia hanya menerima dengan rendah hati.
Di dunia dan di akhirat
Yang ada hanya rahmat Allah, Tuhan alam
semesta,
karena makhluk itu fana.
Ini menurut saya
30. Empat hal tersebut [juga]
disebut tauhid.
Semuanya bukti tindak sejati [mencari Allah]
(Peter Carey, Kuasa Ramalan: …, hlm. 133)
Tulisan
Pangeran Diponegoro di atas menunjukkan bahwa memang benar jikalau dikatakan
bahwa pemahaman Pangeran Diponegoro terhadap Islam sangatlah baik dan lurus.
Bahkan belakangan saat ia berusia 20 tahun sebagai tradisi bangsawan yang telah
beranjak dewasa ia melakukan ritual tradisi lelono, yaitu sebuah ritual mistik
dengan tujuan meningkatkan kebijaksanaan, menemukan guru spiritual,
meningkatkan kekuatan batin, dan menemukan keteguhan dan ketentraman batin.
Penampilan, Karakter, dan Kesenangan Pangeran
Diponegoro
Pangeran
Diponegoro digambarkan di dalam tulisan Peter Carey, sebagai berikut “Mukanya
masih muda dengan bibir terkatup rapat, dengan hidung agak pesek dan mata tajam
menatap ke arah bawah. Sekalipun pada usia tua, menurut kesaksian orang yang
bertemu dengan Pangran Diponegoro di tempat pengasingan, pandangan mata
pangeran masih memperlihatkan api dan energi masa mudanya. Seluruh sosoknya
memantulkan energi yang terpusat dan cahaya”. Dapat disimpulkan dengan
penggambaran tersebut bahwa Pangeran Diponegoro adalah orang yang memiliki
karisma yang membuaat dirinya menonjol, walaupun ia tidak bisa dibilang sebagai
orang yang tampan akan tetapi dengan daya Tarik tersendiri dari diri Pangeran
dimasa mudanya saja Pangeran Diponegoro telah memiliki beberapa orang istri.
Namun disamping hal itu semua Pangeran Diponegoro memiliki beberapa penyakit
yang cukup keras dan ia memiliki ketergantungan terhadap obat-obatan
tradisional. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: …, hlm. 135-137)
Satu
sifat atau kebiasaan di mana Pangeran Diponegoro itu sangat mudah tergoda oleh
perempuan dan ia menyebutnya sebagai sifat mengganjal yang ada pada dirinya.
Sifat mudah tergoda pada perempuan ini yang membuat Pangeran Diponegoro
mempunyai istri yang banyak, disertai juga dengan istri-istri yang tidak resmi.
Pangeran Diponegoro juga memiliki kepribadian yang cukup humoris, namun humor
yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro terkadang bisa menjadi cukup ironi,
seperti satu kasus di mana ia mengirimkan satu set pakaian perempuan kepada
para jendralnya yang pengecut terhadap peperangan. Satu lagi sifat Pangeran
Diponegoro yang cukup menonjol adalah di mana Pangeran Diponegoro sangat mudah
mengutuk sesuatu ataupun seseorang. (Peter Carey, Kuasa Ramalan: …, hlm.140-143)
Seperti orang kebanyakan yang
pasti memiliki suatu hal yang disukai atau hobi yang senang untuk dilakukan,
Pangeran Diponegoro juga memiliki hal tersebut. Pangeran Diponegoro antara lain
menyukai memelihara dan merawat burung, khususnya Pangeran Diponegoro memiliki
beberapa sifat dan kebiasaan yang khas diantaranya adalah snya burung perkutut
dan burung kakatua, Pangeran Diponegoro juga memiliki kebiasaan untuk berkebun,
ia juga sering bermain catur sedari masa mudanya, sebagai seorang bangsawan
juga ia mempunyai keahlian dalam hal berkuda. Hal-hal kesukaan Pangeran
Diponegoro yang bisa dikatakan unik adalah mengunyah sirih, kapur, dan pinang
yang merupakan hal yang sering ia lakukan. Ia juga menyukai meminum anggur,
walaupun yang ia minum bukanlah angur merah yang memabukkan dan tentunya
diharamkan di dalam agama, tapi ia meminum anggur putih yang menurutnya adalah
minuman penawar bagi orang yang sedang mabuk. Kesukaan Pangeran Diponegoro yang
lainnya adalah merokok, namun bukan sembarang merokok, tetapi menggunakan
cerutu tembakau khas jawa yang dibungkus oleh daun jagung. (Peter Carey, Kuasa
Ramalan: …, hlm.143-145)
Khatimah
Jikalau diambil kesimpulan
terhadap kepribadian Pangeran Diponegoro, dapat dikatakan bahwa Pangeran
Diponegoro memiliki kepribadian yang unik dan juga hebat, walau sebagai manusia
biasa ia juga memiliki kesalahan. Terlepas dari kesalahan yang ada pada
kepribadian masih banyak sekali hal yang hebat dari diri Pangeran Diponegoro
sehingga ia nantinya banyak diikuti orang ramai dan dipercayai banyak orang.
Pangeran Diponegoro seorang bangsawan, santri, dan pejuang.
0 komentar :
Posting Komentar